Daftar Blog: Dunia Pendidikan, Guru, Pengawas dan Umum

SELAMAT DATANG DI BLOG INI

Daftar Arsip Blog dapat dilihat pada bagian KANAN tengah halaman ini..>> Trimakasih. (endi.blogspot.com)

Senin, 18 Januari 2010

GURU DAN PENGAWAS SEKOLAH

KEGIATAN PBM YG BERFOKUS PADA PESERTA DIDIK

Oleh: Sudirman Siahaan

Mendengar istilah “Pembelajaran berfokus kepada peserta didik” setidak-tidaknya memuncul-kan pertanyaan, yaitu: “Apakah selama ini kegiatan pembelajaran belum berfokus kepada peserta didik?”. Atau pertanyaan lain yang dirumuskan secara berbeda, yaitu: “Apakah selama ini kegiatan pembelajaran berfokus kepada guru?”. Seandainya jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan ini adalah bahwa kegiatan pembelajaran tidak lagi berfokus pada guru tetapi sudah berfokus kepada peserta didik, maka pertanyaan berikutnya yang muncul adalah “Bagaimanakah konsep kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik itu?”.

Dengan berkembangnya pemikiran tentang pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik, apakah para guru juga sudah memahami bahwa kegiatan pembelajaran yang mereka kelola sehari-hari haruslah berfokus kepada peserta didik. Bagaimanakah peranan atau posisi guru selaku manajer kegiatan pembelajaran (instructional manager) dalam kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik?

Pada awalnya, guru memang merupakan salah satu atau dapat dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan pembelajaran karena apabila disebabkan satu dan lain hal, guru terpaksa tidak dapat hadir di sekolah, maka kegiatan pembelajaran pun dapat dikatakan tidak akan berlangsung. Dengan demikian, guru memang benar-benar berfungsi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik.

Manakala keadaannya sudah sedemikian rupa seperti tersebut di atas, di mana kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada kehadiran guru, maka dapatlah dikatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran yang berfokus kepada guru. Dari RPP yang disusun guru juga dapat dilihat apakah kegiatan pembelajaran yang dikelola guru masih berorientasi pada kepentingan guru atau peserta didik.

Apakah dengan paradigma kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik mengindikasikan bahwa guru telah mengubah posisi keberadaan dirinya di dalam kelas bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik? Tetapi guru telah memposisikan dirinya sebagai salah satu sumber belajar karena guru telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang menggunakan berbagai sumber belajar di dalam kegiatan pembelajaannya. Kegiatan pembelajaran yang demikian ini disebut juga sebagai kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber (resources-based learning).

Manakala guru secara konsisten menerapkan kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber, maka guru yang bersangkutan dapat dikatakan telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Dalam kaitan ini, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah “Apakah yang menjadi ciri-ciri atau karakteristik dari kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik?”. “Bagaimana pula perbedaannya dengan pembelajaran yang berfokus kepada guru?”.

Dari metode mengajar yang diterapkan guru di dalam kelas, dapatlah diketahui apakah sang guru masih tetap menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada dirinya. Kemudian, menarik juga untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Apakah anda sebagai guru hanya menggunakan metode mengajar chalk and talk” (kapur tulis dan bicara)? Apakah anda juga hanya menuliskan di papan tulis materi pelajaran yang perlu anda sampaikan kepada para peserta didik dan kemudian menceramahkannya?. Apakah anda juga mengkondisikan peserta didik untuk hanya duduk manis dan mencatat apa yang anda tulis di papan tulis dan kemudian mendengarkan ceramah anda secara cermat?. Apakah setelah semua tugas mengajar anda selesai, maka anda langsung meninggalkan ruang kelas dan peserta didik pun terbebas dari anda sebagai guru?

Apabila jawaban kita “YA” terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka hal itu mengindikasikan bahwa kita sebagai guru masih berada pada posisi yang menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada diri kita sendiri selaku guru. Untuk lebih memantapkan pemahaman kita mengenai pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik atau guru, maka ada baiknya kita merespon serangkaian pertanyaan yang diajukan berikut ini. Tujuannya adalah untuk melatih kita memahami konsep kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik. Oleh karena itu, sejauh mana kita sebagai guru mampu memahami pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberikan jawaban secara tuntas, maka pemahaman kita akan semakin lebih jelas mengenai kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik.

“Apakah RPP yang kita susun masih menekankan aspek kemampuan atau keberhasilan kita mengajarkan materi pelajaran? Sejauh manakah materi pelajaran yang telah ditetapkan di dalam RPP telah selesai kita ajarkan kepada peserta didik kita? Atau, apakah kita sebagai guru masih menekankan kegiatan pembelajaran pada tingkat pemahaman atau penguasaan peserta didik (kompetensi) terhadap materi pelajaran yang kita rancang?

Pertanyaan selanjutnya adalah “Apakah peserta didik telah berhasil mencapai tingkat kompetensi sebagimana yang ditetapkan di dalam RPP?”. “Apakah kita sebagai guru merasa puas manakala kita telah berhasil menyajikan semua materi pelajaran yang telah direncanakan di dalam RPP?”. Apakah menjadi kepedulian (concern) kita juga sebagai guru mengenai materi pelajaran yang telah kita sajikan itu telah benar-benar dipahami/dikuasai oleh peserta didik kita?.

Terhadap serangkaian pertanyaan tersebut di atas, bagaimana kita sebagai guru menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan sekaligus juga merenungkan apa yang menjadi jawaban kita? Apakah kita mengatakan, “Oh ya, berarti sebenarnya saya belum sepenuhnya menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik” atau sebaliknya, “Nah, barulah sekarang saya tahu bahwa saya sebenarnya sudah mulai menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik”.

Sehubungan dengan respon kita terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dan untuk lebih mengarahkan perhatian kita mengenai model pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik, maka pada bagian berikut ini akan diuraikan karakteristik model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik versi Molly Jhonson (Jhonson, 2007). Beberapa di antara karakteristiknya adalah bahwa (1) guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran ketimbang sebagai penyaji pengetahuan, (2) pengelolaan kelas yang lebih kondusif terhadap kegiatan dan interaksi peserta didik yang mengarah pada pengalaman belajar yang produktif, (3) peserta didik aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran ketimbang hanya duduk manis dan pasif selama kegiatan belajar berlangsung di dalam kelas, dan (4) membutuhkan investasi waktu dan energi untuk menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.

Lebih lanjut, Molly Jhonson mengemukakan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan agar pelaksanaan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik berhasil, yaitu: (1) mengubah paradigma guru menjadi fasilitator pembelajaran, (2) komitmen guru dalam menyediakan waktu dan tenaga untuk membelajarkan peserta didik tentang berbagai materi pengetahuan, (3) kesediaan guru untuk mencoba menerapkan pendekatan baru dalam mengelola kelas, dan melihat secara kritis usaha penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, dan (4) inisiatif guru untuk bergabung dengan kelompok masyarakat pengembang strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.

Dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik, maka berikut ini diuraikan beberapa tambahan peranan yang baru bagi guru.

- Peranan baru yang pertama bagi guru yang menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik adalah (1) memahami dan mengetahui secara jelas kearah mana peserta didik secara kognitif dikehendaki akan berkembang. Dalam hal ini, guru hendaknya mengetahui tingkat kemampuan berpikir yang dituntut untuk dikembangkan oleh peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (2) menggunakan analogi dan metafor, (3) mengembangkan mekanisme yang tidak berbahaya dan juga tidak menakutkan untuk terjadinya dialog tidak langsung antara guru dan peserta didik.

- Peranan guru yang kedua adalah mengembangkan pertanyaan yang bersifat “memaksa” peserta didik untuk menguraikan apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari. Hendaknya guru benar-benar menghindarkan pertanyaan, seperti “Apakah ada pertanyaan?”. Guru hendaknya juga memberikan berbagai kesempatan kepada peserta didik untuk membuat kesimpulan/dan atau menjelaskan materi yang baru saja selesai dibahas. Peserta didik juga haruslah dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat penetrasi.

- Peranan ketiga dari guru adalah menggunakan alat/sarana visual untuk membantu peserta didik agar dapat “melihat” bagaimana informasi dapat dihubungkan dan mengajarkan kepada peserta didik cara-cara penggunaan sarana/alat visual.

- Peranan keempat yaitu mendorong pembentukan kelompok-kelompok belajar dan memfungsikannya. Kelompok belajar dapat dibentuk dalam berbagai bentuk tergantung pada besarnya kelas, mata pelajaran, dan pendapat/pemikiran guru.


STRATEGI PEMB. YG BERBASIS TIK

Oleh: Kwarta Adimphrana

Indonesia sebagai negara berpopulasi tertinggi ke-4 tentunya memiliki tantangan yang nyaris yang sama dengan negara China dan India. Problem kesehatan dan pendidikan selalu dijadikan parameter untuk mengukur kesejahteraan rakyat di suatu Negara. Indonesia dengan populasi 247 juta dimana diantaranya terdapat 51 juta siswa dan 2,7 juta guru di lebih dari 293.000 sekolah, serta 300.000 dosen di lebih dari 2.700 perguruan tinggi yang tersebar di 17.508 pulau, 33 provinsi, 461 kabupaten/kota, 5.263 Kecamatan, dan 62.806 desa. Tentunya juga memiliki tantangan khusus di bidang pendidikan.
Beberapa tantangan diantaranya adalah: masih banyaknya anak usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan dasar 9 tahun: angka partisipasi anak berusia sekolah 7-12 tahun untuk bersekolah masih dibawah 80% (APK SMP 85,22 dan APK SMA 52,2). Tantangan berikutnya adalah (1) tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana pendidikan/sekolah (sebagai contoh: tidak semua sekolah memiliki saluran telepon, apalagi koneksi internet): Kota vs Desa/Daerah Terpencil/Daerah Perbatasan, Indonesia Barat vs Indonesia Timur. (2) Tidak seragamnya dan masih rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang sekolah yang ditandai dengan tingkat kelulusan UN yang masih rendah, demikian pula nilai UN yang diperoleh siswa. (3) Rendahnya kualitas kompetensi tenaga pengajar, dimana dari jumlah guru yang ada 2.692.217, ternyata yang memenuhi persyaratan (tersertifikasi) hanya 727.381 orang atau baru 27% dari total jumlah guru di Indonesia. Dan yang tidak kalah penting adalah (4) rendahnya tingkat pemanfaatan TIK di sekolah yang telah memiliki fasilitas TIK (utilitas rendah), disisi lain tidak semua sekolah mempunyai sarana TIK yang memadai.
Pada kesempatan ini pula perlu sama-sama kita luruskan kembali bahwa TIK bukan hanya komputer dan internetnya, TIK juga melingkupi media informasi seperti radio dan televisi serta media komunikasi seperti telepon maupun telepon seluler dengan SMS, MMS, Music Player, Video Player, Kamera Foto Digital, dan Kamera Video Digital-nya serta e-Book Reader-nya. Jadi banyak media alternatif yang dapat dipilih oleh pengajar untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan. TIK yang termanfaatkan dengan baik dan tepat di dalam pendidikan akan: memperluas kesempatan belajar, meningkatkan efisiensi, meningkatkan kualitas belajar, meningkatkan kualitas mengajar, memfasilitasi pembentukan keterampilan, mendorong belajar sepanjang hayat berkelanjutan, meningkatkan perencanaan kebijakan dan manajemen, serta mengurangi kesenjangan digital.

Pemanfaatan TIK
Menurut pemanfaatannya, TIK di dalam pendidikan dapat dikategorisasikan menjadi 4 (empat) kelompok manfaat.
 Pertama, TIK sebagai Gudang Ilmu Pengetahuan, di kelompok ini TIK dimanfaatkan sebagai sebagai Referensi Ilmu Pengetahuan Terkini, Manajemen Pengetahuan, Jaringan Pakar Beragam Bidang Ilmu, Jaringan Antar Institusi Pendidikan, Pusat Pengembangan Materi Ajar, Wahana Pengembangan Kurikulum, dan Komunitas Perbandingan Standar Kompetensi.
 Kedua, TIK sebagai Alat bantu Pembelajaran, di dalam kelompok ini sekurang-kurangnya ada 3 fungsi TIK yang dapat dimanfaatkan sehari-hari di dalam proses belajar-mengajar, yaitu (1) TIK sebagai alat bantu guru yang meliputi: Animasi Peristiwa, Alat Uji Siswa, Sumber Referensi Ajar, Evaluasi Kinerja Siswa, Simulasi Kasus, Alat Peraga Visual, dan Media Komunikasi Antar Guru. Kemudian (2) TIK sebagai Alat Bantu Interaksi Guru-Siswa yang meliputi: Komunikasi Guru-Siswa, Kolaborasi Kelompok Studi, dan Manajemen Kelas Terpadu. Sedangkan (3) TIK sebagai Alat Bantu Siswa meliputi: Buku Interaktif , Belajar Mandiri, Latihan Soal, Media Illustrasi, Simulasi Pelajaran, Alat Karya Siswa, dan media Komunikasi Antar Siswa.
 Ketiga, TIK sebagai Fasilitas Pembelajaran, di dalam kelompok ini TIK dapat dimanfaatkan sebagai: Perpustakaan Elektronik, Kelas Virtual, Aplikasi Multimedia, Kelas Teater Multimedia, Kelas Jarak Jauh, Papan Elektronik Sekolah, Alat Ajar Multi-Intelejensia, Pojok Internet, dan Komunikasi Kolaborasi Kooperasi (Intranet Sekolah). dan
 Keempat, TIK sebagai Infrastruktur Pembelajaran, di dalam kelompok ini TIK kita temukan dukungan teknis dan aplikatif untuk pembelajaran – baik dalam skala menengah maupun luas – yang meliputi: Ragam Teknologi Kanal Distribusi, Ragam Aplikasi dan Perangkat Lunak, Bahasa Pemrograman, Sistem Basis Data, Komputer Personal, Alat-Alat Digital, Sistem Operasi, Sistem Jaringan dan Komunikasi Data, dan Infrastruktur Teknologi Informasi (Media Transmisi).
Berangkat dari optimalisasi pemanfaatan TIK untuk pembelajaran tersebut kita berharap hal ini akan memberi sumbangsih besar dalam peningkatan kualitas SDM Indonesia yang cerdas dan kompetitif melalui pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society). Masyarakat yang tangguh karena memiliki kecakapan: (1) ICT and media literacy skills), (2) critical thinking skills, (3) problem-solving skills, (4) effective communication skills, dan (5) collaborative skills yang diperlukan untuk mengatasi setiap permasalahan dan tantangan hidupnya.

Peran Guru & Siswa
Di dalam proses belajar-mengajar tentunya ada subjek dan objek yang berperan secara aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru & Siswa sama-sama dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses transfer of knowledge–nya berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh karena itu penataan peran Guru & Siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan TIK di dalam pembelajaran perlu dipahami dan dimainkan dengan sebaik-baiknya.
Kini di era pendidikan berbasis TIK, peran Guru tidak hanya sebagai pengajar semata namun sekaligus menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar bagi Siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Dengan peran Guru sebagaimana dimaksud, maka peran Siswa pun mengalami perubahan, dari partisipan pasif menjadi partisipan aktif yang banyak menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli. Disisi lain Siswa juga dapat belajar secara individu, sebagaimana halnya juga kolaboratif dengan siswa lain.
Untuk mendukung proses integrasi TIK di dalam pembelajaran, maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa harus memahami 9 (sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran yang terdiri atas prinsip-prinsip:
1. Aktif: memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.
2. Konstruktif: memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
3. Kolaboratif: memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
4. Antusiastik: memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
5. Dialogis: memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
6. Kontekstual: memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”
7. Reflektif: memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
8. Multisensory: memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
9. High order thinking skills training: memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer, 2001).

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka bukti otentik terjadinya pembelajaran berbasis TIK dapat kita cermati dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun dan implementasinya yang dilaksanakan oleh setiap guru mata pelajaran di sekolah. RPP yang mengintegrasikan TIK di dalam pembelajaran dapat disusun melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan idealis dan pendekatan pragmatis. Pertama, Pendekatan Idealis dapat dimulai dengan menentukan topik, kemudian menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan menentukan aktifitas pembelajaran dengan memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Kedua, Pendekatan Pragmatis dapat diawali dengan mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau mungkin bisa dilakukan atau digunakan, kemudian memilih topik-topik apa yang bisa didukung oleh keberadaan TIK tersebut, dan diakhiri dengan merencanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator capaian hasil belajar dari topik pelajaran tersebut.
Adapun strategi yang dapat dipilih sesuai dengan kedua pendekatan tersebut adalah strategi: Resources-based learning (pembelajaran berbasis sumber daya), Case/problem-based learning (pembelajaran berbasis permasalahan/kasus sehari-hari), Simulation-based learning (pembelajaran berbasis simulasi), dan Colaborative-based learning (pembelajaran berbasis kolaborasi).


Peran TVE & Jardiknas
Sebagaimana kita ketahui bersama, tantangan terbesar negara kita dalam mencerdaskan bangsa adalah akses setiap masyarakat Indonesia ke sumber-sumber pengetahuan dan informasi pendidikan. Oleh karena itulah Depdiknas berupaya menjawab tantangan tersebut dengan inisiatif yang penuh inovasi melalui penyelenggaraan siaran TV Edukasi yang diresmikan pada tahun 2004 ini merupakan televisi yang mengkhususkan pada siaran pendidikan, termasuk program pembelajaran. Kemudian pada tahun 2006, Depdiknas menggelar Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional) yang merupakan jaringan TIK nasional terbesar yang dimanfaatkan oleh Depdiknas untuk keperluan komunikasi data administrasi, konten pembelajaran, serta informasi dan kebijakan pendidikan.
TVE yang kini telah memiliki saluran 2 untuk Guru ini memiliki pola siaran: Informasi yang berisikan materi: News, Pola siaran yang berisikan Kebijakan, Profil Guru, dan sebagainya; Tutorial (Pendidikan Formal) yang berisikan materi: pembelajaran berdasarkan kurikulum Program SD, SMP, SMA, SMK, PJJ S-1 PGSD konsorsium dan Program S1 PGSD Non Konsorsium; dan Pengayaan yang berisikan materi: pengkayaan dan materi yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Guru.
Sedangkan Jardiknas saat ini memiliki 1.072 node (simpul) Zona Kantor dan Perguruan Tinggi yang tersebar di 33 provinsi dan 456 kabupaten/kota. Jardiknas yang berpusat di NOC Pustekkom Ciputat Banten dan NOC Telkom Karet Jakarta ini difasilitasi bandwidth intranet, internet domestik dan internet internasional yang cukup memadai untuk mendukung e-administrasi dan e-pembelajaran di Indonesia. Dalam waktu dekat – dalam rangka memenuhi Inpres nomor 5 tahun 2008 – Depdiknas akan mengembangkan Jardiknas Zona Sekolah untuk 15.000 sekolah dan Jardiknas Zona Perorangan untuk 7.943 tenaga pengajar yang memiliki laptop. Media koneksi Jardiknas Zona Sekolah berorientasi static internet (fixed), sedangkan Jardiknas Zona Perorangan berorientasi kepada mobile internet.

Konten
Kita memahami bahwa infrastruktur semegah apapun tidak akan berarti sama sekali jika tiada konten bermanfaat di dalamnya. Setiap hari pengguna internet berselancar di dunia maya hanya untuk mencari konten yang benar-benar diinginkannya secara instan. Baik didorong oleh rasa keingintahuan terhadap suatu fenomena maupun sekedar membuktikan sebuah informasi. Demikian halnya konten pendidikan yang disajikan melalui TVE maupun disediakan melalui Jardiknas. Beberapa konten e-learning yang selama ini cukup mendukung pembelajaran berbasis TIK adalah: Bimbingan Belajar Online, Bank Soal Online, Uji Kompetensi Online, Smart School, Telekolaborasi, Digital Library, Research Network, dan Video Conference PJJ.
Salah satu konten yang cukup menyita perhatian publik akhir-akhir ini adalah program buku murah yang dikemas di dalam aplikasi Buku Sekolah Elektronik (BS) yang dapat diakses melalui: bse.depdiknas.go.id. BSE merupakan langkah reformasi di bidang perbukuan dimana Depdiknas telah membeli Hak Cipta buku-buku teks pelajaran SD, SMP, SMA, dan SMK tersebut. Softcopy buku-buku teks pelajaran tersebut didistribusikan melalui web BSE agar guru atau masyarakat dapat mengakses, mengunduh, mencetak, mendistribusikan, atau menjualnya sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi) dimana saja dan kapan saja. Selain BSE versi Online yang dapat diakses melalui internet, Depdiknas juga telah menyediakan dan mendistribusikan BSE versi Offline yang dikemas di dalam cakram padat DVD.
Demikian strategi pengembangan pembelajaran berbasis TIK yang terus-menerus dikembangkan dan didukung oleh Depdiknas melalui sejumlah inisiatif dan inovasi di bidang teknologi pembelajaran, teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Kita dapat berharap suatu saat nanti TVE dan Jardiknas dapat menjadi Pusat Konten Pembelajaran yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja melalui koneksi Kabel, Nirkabel & Satelit.







TIPS DALAM MEMILIH MODEL PEMBELAJARAN


Oleh: Sudirman Siahaan

Model pembelajaran yang tertua adalah model pembelajaran yang dilaksanakan secara tatap muka oleh seseorang dengan pengetahuan tertentu kepada orang lain atau sekelompok orang. Model pembelajaran yang demikian ini masih tetap berlangsung dan dapat dijumpai hingga kini. Misalnya: di dunia persilatan atau juga di lingkungan pendidikan agama di mana seorang guru mendidik para peserta didiknya secara langsung bertatap muka. Dalam hal ini, seorang guru dapat saja membelajarkan para peserta didiknya dengan cara menyampaikan pengetahuan secara verbal terlebih dahulu dan kemudian membimbing para peserta didik melakukan praktek. Atau, seorang guru membelajarkan para peserta didiknya secara langsung dalam bentuk praktek. Pengetahuan teoritis dalam bentuk penjelasan diberikan selama atau setelah praktek. Dalam model pembelajaran yang demikian ini, guru merupakan sumber belajar utama dan satu-satunya bagi para peserta didik. Keberadaan guru sangat menentukan bagi kelangsungan kegiatan pembelajaran.

Seiring dengan perkembangan teknologi, maka berbagai model pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas juga mengalami perkembangan. Seorang guru memang masih tetap merupakan salah satu sumber belajar tetapi tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru menggunakan sumber belajar lain yang disebut sebagai media untuk membelajarkan peserta didiknya. Dalam kaitan ini, ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan.

Salah satu model pembelajaran adalah guru tetap berperan sebagai sumber belajar utama tetapi masih ada peran lain yang dapat didelegasikan guru pada media pembelajaran. Hal ini berarti, ada pembagian peran antara guru dan media pembelajaran. Sejauh mana pembagian peran antara guru dan media pembelajaran dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di kelas sangatlah ditentukan oleh guru. Dimungkinkan saja terjadi bahwa peran media pembelajaran itu sangat kecil, yaitu hanya sebagai pelengkap atau bahkan hanya sebagai “tempelan” di mana media baru digunakan pada saat guru membutuhkannya atau berhalangan hadir mengajar di kelas. Dalam kaitan ini, tidak ada perencanaan tentang pemanfaatan media pembelajaran.

Di sisi lain, media pembelajaran justru sangat berperan atau memainkan peranan yang dominan dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator saja dalam kegiatan pembelajaran. Alternatif lainnya adalah adanya pembagian peran yang seimbang antara guru dan media pembelajaran. Dalam keadaan yang demikian ini, pemanfaatan media pembelajaran benar-benar dilakukan secara terencana.

Sebelum memutuskan untuk memanfaatkan media dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, hendaknya guru melakukan seleksi terhadap media pembelajaran mana yang akan digunakan untuk mendampingi dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya. Berikut ini disajikan beberapa tips atau pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan guru dalam melakukan seleksi terhadap media pembelajaran yang akan digunakan.

1. Menyesuaikan Jenis Media dengan Materi Kurikulum

Sewaktu akan memilih jenis media yang akan dikembangkan atau diadakan, maka yang perlu diperhatikan adalah jenis materi pelajaran yang mana yang terdapat di dalam kurikulum yang dinilai perlu ditunjang oleh media pembelajaran. Kemudian, dilakukan telaah tentang jenis media apa yang dinilai tepat untuk menyajikan materi pelajaran yang dikehendaki tersebut. Karena salah satu prinsip umum pemilihan/pemanfaatan media adalah bahwa tidak ada satu jenis media yang cocok atau tepat untuk menyajikan semua materi pelajaran.

Sebagai contoh misalnya, pelajaran bahasa Inggris. Untuk kemampuan berbahasa mendengarkan atau menyimak (listening skill), media yang lebih tepat digunakan adalah media kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan berbahasa menulis atau tata bahasa, maka media yang lebih tepat digunakan adalah media cetak. Sedangkan untuk mengajarkan kepada peserta didik tentang cara-cara menggunakan organs of speech untuk menuturkan kata atau kalimat (pronunciation), maka media video akan lebih tepat digunakan.

Contoh lain untuk pelajaran Biologi. Untuk mengajarkan bagaimana terjadinya proses peredaran darah atau pencernaan makanan di dalam tubuh manusia, maka media video dinilai lebih tepat untuk menyajikannya. Dengan menggunakan teknik animasi, maka media video dapat memperlihatkan atau memvisualisasikan proses yang tidak dapat dilihat dengan mata materi pelajaran yang berkaitan dengan proses. Melalui visualisasi yang disajikan media video, maka peserta didik akan lebih mudah memahami materi pelajaran tentang proses peredaran darah atau pencernaan makanan di dalam tubuh manusia. Demikian juga halnya dalam menjelaskan profil kehidupan binatang buas, maka media video merupakan jenis media yang lebih tepat untuk menyajikannya.

2. Keterjangkauan dalam Pembiayaan

Dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan anggaran yang ada. Kalau seandainya guru harus membuat sendiri media pembelajaran, maka hendaknya dipikirkan apakah ada di antara sesama guru yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajagi berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan medianya jika harus dikontrakkan kepada orang lain. Namun sebelum dikontrakkan kepada orang lain, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah media pembelajaran yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia di pasaran. Seandaianya tersedia di pasaran, apakah tidak lebih cepat, mudah dan juga murah kalau langsung membelinya daripada mengkontrakkan pembuatannya?

Pilihan lain adalah apabila kebutuhan media pembelajaran itu masih berjangka panjang sehingga masih memungkinkan untuk mengirimkan guru mengikuti pelatihan pembuatan media yang dikehendaki. Dalam kaitan ini, perlu dipertimbangkan mengenai besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengirimkan guru mengikuti pelatihan pengembangan media pembelajaran yang dikehendaki. Selain itu, perlu juga dipikirkan apakah guru yang akan dikirimkan mengikuti pelatihan tersebut masih mempunyai waktu memadai untuk mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan sekolah. Apakah fasilitas pemanfaatannya sudah tersedia di sekolah? Kalau belum, berapa biaya pengadaan peralatannya dalam jumlah minimal misalnya.

3. Ketersediaan Perangkat Keras untuk Pemanfaatan Media Pembelajaran

Tidak ada gunanya merancang dan mengembangkan media secanggih apapun kalau tidak didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di kelas. Apa artinya tersedia media pembelajaran online apabila di sekolah tidak tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi ke internet yang juga didukung oleh Local Area Network (LAN).

Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana (seperti misalnya: media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan sangat bermanfaat karena peralatan/fasilitas pemanfaatannya tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat. Selain itu, sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media sederhana juga cukup mudah yaitu hanya dengan menggunakan baterai kering. Dari segi ekspertis atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana seperti media kaset audio atau transparansi misalnya tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkannya. Tidaklah juga terlalu sulit untuk mempelajari cara-cara perancangan dan pengembangan media sederhana.

4. Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran

Karena promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan/mempesona atau menjanjikan misalnya, sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajaran yang ditawarkan. Namun sebelum membeli media pembelajarannya (program), sekolah harus terlebih dahulu membeli perangkat keras untuk pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan media pembelajarannya dibeli ternyata di antara guru tidak ada atau belum tahu bagaimana cara-cara mengoperasikan peralatan pemanfaatan media pembelajaran yang akan diadakan tersebut. Di samping itu, media pembelajarannya (program) sendiri ternyata sulit didapatkan di pasaran sebab harus dipesan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu.

Kemudian, dapat saja terjadi bahwa media pembelajaran yang telah dipesan dan dipelajari, kandungan materi pelajarannya sedikit sekali yang relevan dengan kebutuhan peserta didik (sangat dangkal). Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa materi yang dikemas di dalam media pembelajaran sangat cocok danmembantu mempermudah siswa memahami materi pelajaran. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa media pembelajaran tersebut sulit didapatkan di pasaran.

5. Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajaran

Aspek lain yang juga tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran adalah kemudahan guru atau peserta didik memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran yang dikembangkan sendiri atau yang dikontrakkan pembuatannya ternyata tidak mudah dimanfaatkan, baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Media yang dikembangkan atau dibeli tersebut hanya akan berfungsi sebagai pajangan saja di sekolah. Atau, dibutuhkan waktu yang memadai untuk melatih guru tertentu sehingga terampil untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan medianya.


TRIK SDRHNA MENCARI ILMU DI INTERNET

Bagi yang sering surfing di Internet akan terasa sekali bahwa tidak mudah untuk mencari ilmu di Internet. Seringkali pada saat kita surfing justru tenggelam dalam lautan informasi; terlalu enak membaca-baca tanpa tujuan yang jelas; melihat-lihat berbagai etalase informasi di berbagai situs tanpa tujuan yang jelas hanya untuk memuaskan mata & pikiran; memang pada akhirnya kita akan memperoleh banyak informasi tapi belum tentu memperoleh sesuatu yang betul-betul bermanfaat atau biasanya maksimum kita akan memperoleh berita-berita / informasi terakhir sebagai pengganti koran.

Bagi anda yang mempunyai waktu yang sempit sehingga tidak mungkin menggunakan pola-pola di atas untuk melakukan surfing di Internet. Kita perlu menggunakan metoda / pola yang baik supaya bisa memperoleh informasi yang sangat spesifik dengan baik dalam waktu yang singkat. Satu hal yang perlu di pegang erat-erat pada saat kita surfing adalah menentukan dengan sangat jelas niat/tujuan utama pada saat surfing tersebut - apa yang akan kita cari? Pada kesempatan ini Bapak Onno W Purbo akan memberikan sedikit tip & trik jika kebetulan niat anda adalah mencari ilmu di Internet.

Untuk menghemat waktu & pulsa, lakukan surfing pada pukul 4-6 pagi (subuh); pada saat itu tidak banyak orang yang menggunakan Internet sehingga pengambilan informasi dari Internet dapat dilakukan dengan cepat & effisien. Teknik-teknik untuk melakukan sinkronisasi menggunakan browser yang kita gunakan (seperti Internet Explorer) ada baiknya dikuasai supaya tidak menghabiskan waktu/pulsa untuk membaca informasi tersebut akan tetapi cukup mendownload semua informasi tersebut ke PC yang kita gunakan & membaca-nya kemudian secara off-line pada saat telepon kita putuskan. Teknik sinkronisasi ini sangat penting untuk menghemat waktu dalam mendownload berbagai informasi setelah situs-nya di temukan.

Untuk mencapai situs/informasi yang tepat trik yang harus digunakan sebetulnya tidak terlalu rumit. Cara yang paling effektif/sederhana adalah:

" Menggunakan search engine di Internet.
" Menggunakan keyword yang benar.

Jika kedua hal tersebut anda lakukan dengan baik & benar maka akan diperoleh ilmu & pengetahuan yang baik.

Ada banyak sekali search engine di Internet. Search engine hanyalah memuat daftar alamat situs (berbentuk Universal Resource Locator - URL) & subjek yang di bawa situs tersebut saja. Search engine umumnya tidak membawa informasi itu sendiri. Contoh beberapa search engine adalah:

http://www.yahoo.com
http://www.infoseek.com

Yahoo.com & infoseek.com mempunyai karakteristik yang berbeda; biasanya jika kita mencari hal-hal yang cukup solid atau mencari dalam kerangka institusi, negara dll dapat menggunakan yahoo.com. Untuk hal-hal yang betul-betul baru atau belum terstruktur dengan baik maka dapat menggunakan infoseek.com.

Selanjutnya adalah penggunakan keyword yang tepat. Keyword tersebut diketikan ke dalam kolom yang kosong di search engine.

Keyword yang sering digunakan adalah:
FAQ

Whitepaper

FAQ adalah Frequently Asked Questions (FAQ). Sesuai namanya FAQ akan memuat berbagai jawaban dari pertanyaan yang sering ditanyakan dalam sebuah bidang. Biasanya kita menggunakan FAQ sebagai awal dalam mencari berbagai informasi/pengetahuan yang kita butuhkan.

Whitepaper adalah istilah bagi berbagai ilmu / informasi yang memang di sebarkan secara gratis/cuma-cuma di Internet. Kita cukup menambahkan beberapa keyword tambahan yang menjelaskan tentang ilmu / informasi yang spesifik yang kita cari, contoh:

Faq gardening

Whitepaper telecommunication

Faq distance learning

Dengan menggunakan rangkaian keyword tersebut hampir di jamin anda akan memperoleh informasi / pengetahuan yang anda cari. Tentunya karena kita menggunakan internet maka informasi / pengetahuan yang terbanyak umumnya mengunakan bahasa inggris - konsekuensi-nya keyword yang digunakan sebaiknya dalam bahasa inggris agar kemungkinan memperoleh ilmu yang di cari dapat maksimal.

Selamat mencoba.

Sumber: Dr. Onno W Purbo -- Praktisi Teknologi Informasi.(NS)
(http://artikel.total.or.id/artikel.php?id=1131&judul=Trik%20Sederhana%20Mencari%20Ilmu%20di%20Internet)


TIPS MEMANFAATKAN MEDIA TIK DLM PBM


Penulis: Sudirman Siahaan

Guru dikatakan sebagai seseorang yang mengelola kegiatan pembelajaran bagi para peserta didiknya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas menjadi wewenang dan tanggungjawab guru. Sumber-sumber belajar apa saja yang akan dimanfaatkan di dalam kelas adalah sepenuhnya berada di tangan guru. Metode pembelajaran yang bagaimana yang akan dterapkan di dalam kelas untuk menyajikan materi pelajaran tertentu adalah juga menjadi tanggungjawab guru. Sekalipun sudah ada panduan tentang metode pembelajaran yang ditetapkan untuk digunakan guru dalam menyajikan materi pelajaran, namun tetap saja guru memiliki kewenangan untuk memilih dan menetapkan metode pembelajaran yang akan digunakannya di dalam kelas.

Pengadaan media TIK untuk kegiatan pembelajaran bisa saja berasal dari sekolah itu sendiri atau dari pihak lain. Pada dasarnya tidak menjadi masalah dari manapun asalnya media TIK yang sampai di sekolah. Yang justru lebih penting lagi adalah bagaimana menyiasati agar media TIK yang telah tersedia di sekolah dapat dioptimalkan pemanfaatannya bagi kepentingan pembelajaran peserta didik. Beberapa contoh media TIK yang mulai banyak tersedia di pasaran adalah CD/kaset audio, VCD, dan internet. Sehubungan dengan semakin maraknya ketersediaan media TIK untuk kegiatan pembelajaran, baik di pasaran, yang diadakan sekolah sendiri maupun yang diterima sekolah dari berbagai pihak, maka sebelum memanfaatkannya di dalam kelas, beberapa tips berikut ini perlu kiranya mendapatkan perhatian:


1. Mempelajari materi pelajaran yang dikemas di dalam media TIK

Dengan kemajuan TIK dewasa ini, para guru dapat mencatat daftar websites yang memang memuat materi pelajaran yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dibahas di dalam kelas. Tidak hanya mencatat website-nya tetapi juga materi pelajaran yang dikandung di dalamnya. Penugasan peserta didik mengakses websites tertentu hendaknya dilakukan guru secara terencana. Demikian juga dengan alokasi waktu bagi peserta didik untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

Manakala di sekolah telah tersedia perangkat komputer dan akses ke internet, maka guru dapat menugaskan para peserta didiknya untuk mengunjungi websites yang dimaksudkan. Tidak hanya sekedar mengunjungi websites tertentu saja, tetapi para peserta didik juga ditugaskan untuk mendiskusikan materi pelajaran yang dikemas di dalamnya.

Mengakses websites tertentu yang ditugaskan guru dapat saja dilakukan peserta didik di luar jam pelajaran sekolah atau selama peserta didik masih berada di sekolah. Apabila selama berada di lingkungan sekolah, peserta didik dapat saja mengakses websites yang ditugaskan guru di lab komputer. Peserta didik akan merasa lebih leluasa melaksanakan tugas yang diberikan guru apabila ada jam pelajaran kosong. Atau, setidak-tidaknya ada satu jam pelajaran yang diperuntukkan guru kepada peserta didik untuk mengakses websites dan mendiskusikan materinya. Tentunya akan lebih baik lagi apabila peserta didik melaksanakan tugas di luar jam pelajaran sekolah.

2. Merencanakan waktu pemanfaatan media TIK

Ada sebagian guru yang membawa media TIK atau media pembelajaran ke dalam kelas dan kemudian memanfaatkannya ketika dirinya merasa memerlukannya. Artinya, pemanfaatan media pembelajaran dilakukan sesuai dengan keinginannya. Bahkan, lebih ekstrim lagi, ada guru yang menugaskan para peserta didiknya untuk memanfaatkan media pembelajaran karena dirinya berhalangan hadir mengajar di kelas. Media pembelajaran mana yang akan dimanfaatkan peserta didik sewaktu guru berhalangan mengajar tidak ditentukan alias diserahkan sepenuhnya kepada peserta didik. Demikian juga dengan petunjuk atau pedoman yang perlu diperhatikan atau dilaksanakan oleh peserta didik selama memanfaatkan media pembelajaran.

Berdasarkan keadaan tersebut di atas, dapatlah dikatakan secara singkat bahwa pada dasarnya guru tidak melakukan perencanaan tentang pemanfaatan media yang tersedia di sekolahnya. Padahal pemanfaatan media pembelajaran yang tersedia di sekolah tentunya merupakan sesuatu yang seyogianya dilakukan guru. Masih relatif akan lebih terarah apabila media pembelajaran yang akan dimanfaatkan peserta didik itu telah disiapkan dan kemudian dititipkan kepada guru piket atau Kepala Sekolah. Pendampingan peserta didik dalam pemanfaatan media di sini tentu saja dapat dilakukan oleh guru piket, tenaga Tata Usaha atau Kepala Sekolah.

Bagaimana seandainya guru tidak berhalangan hadir mengajar di kelas? Apakah guru juga masih akan memanfaatkan media dalam kegiatan pembelajaran sekali pun seandainya dirinya tidak berhalangan hadir mengajar di kelas? Hendaknya pemanfaatan media dalam kegiatan pembelajaran dilakukan secara terencana dan terintegrasi dalam jadwal pelajaran sekolah.

Sebagai contoh adalah guru yang akan memanfaatkan media CD atau VCD dalam kegiatan pembelajaran. Setelah mempelajari materi yang dikandung di dalam CD/VCD, maka guru tahu persis kapan materi tersebut akan dibahas bersama peserta didiknya. Dalam kaitan ini, guru tentunya dituntut untuk membuat perencanaan pemanfaatannya. Berbagai topik program media yang terdapat di dalam media CD/VCD telah terlebih dahulu dipelajari guru sehingga dapat diintegrasikan dengan jadwal pelajaran sekolah, baik mengenai harinya maupun waktunya. Dengan adanya perencanaan ini, maka peserta didik dapat dikondisikan agar peserta didik mempersiapkan dirinya dan fasilitas yang mereka perlukan sebelum kegiatan pemanfaatan media dilakukan. Demikian juga halnya dengan kesiapan guru itu sendiri, baik dalam mempelajari materi pelajaran yang dikemas di dalam media CD atau VCD maupun dalam mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan guru.

3. Mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media TIK kepada peserta didik

Setidak-tidaknya ada 2 alasan mengapa dinilai penting mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media TIK kepada peserta didik adalah agar peserta didik dapat mempersiapkan (a) dirinya untuk mempelajari materi pelajaran yang akan disajikan melalui media TIK dan (b) fasilitas yang diperlukan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran melalui media TIK. Dari sisi guru sendiri, ada tuntutan agar guru lebih (a) mempersiapkan dirinya mengenai materi pelajaran yang akan dibahas, (b) mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan (dalam kondisi baik) agar tidak menjadi hambatan sewaktu pemanfaatan media TIK dilaksanakan, dan (c) mempersiapkan ruangan yang akan menjadi tempat pemanfaatan media TIK.

Apabila memungkinkan, rencana pemanfaatan media TIK dalam kegiatan pembelajaran dapat ditempelkan di pintu masuk ruang kelas atau di ruang lain yang telah diperuntukkan sebagai tempat pemanfaatan media TIK. Atau bahkan sehari sebelum pemanfaatan media TIK, guru kembali mengingatkan peserta didiknya mengenai kegiatan pembelajaran esok yang memanfaatkan media TIK. Akan semakin lebih baik lagi guru juga menjelaskan topik dan pokok-pokok materi pelajaran yang akan dibahas serta kompetensi yang perlu dikuasai peserta didik.


4. Mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media TIK kepada pengelola fasilitas TIK sekolah

Tidak adanya komunikasi tentang rencana pemanfaatan media TIK kepada pengelola fasilitas TIK dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan pemanfaatan media TIK atau lebih fatal lagi adalah tertundanya rencana pelaksanaan pemanfaatan media TIK untuk kepentingan pembelajaran. Tentunya akan berbeda kondisinya apabila sang guru adalah juga pengelola fasilitas TIK. Komunikasi dengan pengelola fasilitas TIK ini akan menuntut aktivitas pengelola untuk memeriksa berbagai fasilitas TIK yang dibutuhkan guru sehingga pada saat pelaksanaan pemanfaatan, semua fasilitas TIK yang dibutuhkan guru dalam keadaan siap dan baik.


MEMANFAATKAN SCHOOL NET

Oleh : Koesnandar

Pendahuluan
Jaringan pendidikan nasional (Jardiknas) terdiri dari empat zone, yakni zona kantor, zona perguruan tinggi, zona sekolah, dan zona perorangan. Zona sekolah disebut schoolnet.
Schoolnet merupakan suatu sistem interkoneksi yang menghubungkan sekolah dalam satu jaringan. Dalam sistem ini satu sekolah dapat saling berhbungan dengan sekolah lainnya bertukar menukar informasi, saling memanfaatkan sumber belajar, berbagi keahlian (expertise share) dan mengembangkan pembelajaran non konvensional. Sistem jaringan schoolnet terdiri dari jaringan virtual privat network (VPN) dan internet. Dengan jaringan VPN sekolah dapat memiliki akses yang lebar (bradband) untuk saling berhubungan dengan sekolah lainnya ataupun dengan instansi kantor dinas secara local. Sedangkan dengan akses internet, sekolah dapat akses dan saling berhubungan dengan sumber-sumber informasi di mancanegara.

Dalam Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2008 antara lain disebutkan bahwa Departemen Pendidikan Nasional harus menghubungkan sebanyak 24.000 dalam satu jaringan pendidikan nasional. Dari jumlah tersebut 15.000 titik adalah sekolah, yakni terdiri dari SMA/MA, SMK, SMP/MTs, dan SD/MI. Apabila interkoneksi ini terwujud, maka sekolah akan mendapatkan manfaat yang sangat besar. Namun manfaat ini tidak datang begitu saja kecuali bagi sekolah yang siap. Dana yang dikucurkan pemerintah untuk akses ini akan berarti bagi sekolah yang siap, namun akan mubazir bagi sekolah yang tidak siap mamanfaatkannya. Apa dan bagaimanakah kesiapan sekolah memanfaatkan jaringan schoolnet?

Sekurang-kurangnya ada enam aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan program schoolnet, yakni infrstruktur, SDM, kebijakan, pengembangan instruksional, pengembangan konten, serta kesediaan berbagi (share) informasi dan telekolaborasi.



Infrastruktur
Dari sisi infrastruktur, yang diperlukan oleh sekolah untuk mendapatkan akses schoolnet antara lain sambungan listrik, perangkat komputer, dan sambungan telepon. Ketersediaan liistrik atau power merupakan kebutuhan dasar TIK. Tanpa adanya power, sampai saat ini, TK tidak dapat berfungsi. Sekolah diharapkan memiliki satu lab komputer. Idealnya lab ini merupakan lab multimedia atau pusat sumber belajar (PSB) yang terpisah dengan lab komputer yang khusus untuk pembelajaran TIK. Fungsi PSB atau lab multimedia ini antara lain tempat para siswa ataupun guru dapat mengakses sumber belajar melalui jaringan. Namun demikian, apabila tidak tersedia satu lab, sekolah cukup menyediakan beberapa komputer khusus untuk keperluan schoolnet. Sedangkan sambungan telepon diperlukan sebagai pendukung komunikasi pengelolaan schoolnet.

Kesiapan SDM
Sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen yang sangat penting dalam pemanfaatan schoolnet. Tanpa kesiapan SDM maka schoolnet tidak bermanfaat. SDM setidak tidaknya terdiri dari guru sebagai user schoolnet dan teknisi sebagai unsur penunjang. Sekolah yang baik, memiliki 70% atau lebih guru yang menguasai TIK. Namun bagi sekolah pemula dalam hal TIK, ada satu atau dua orang guru yang menguasai TIK cukuplah sebagai penggerak.

Dukungan Kebijakan
Kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan pada satuan sekolah berpengaruh sangat besar dalam hal pengembangan TIK di sekolah. Dukungan kebijakan pendayagunaan TIK secara nasional sesungguhnya sudah kuat, antara lain dengan adanya Keputusan Presiden nomor 20 tahun 2006 tentang Dewan TIK Nasional, Inpres no 5 tahun 2008 tentang jaringan pendidikan nasional, Permendiknas no 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan TIK Depdiknas, Block Grant TIK sekoah, dll. Namun demikian, implementasi kebijakan ini di sekolah perlu lebih kongkret lagi. Dukungan juga diperlukan dari orang tua murid melalui musyawarah guru dan orang tua murid (MGMP).

Pada level sekolah, Kepala Sekolah perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong terjadinya percepatan pendayagunaan TIK di sekolahnya, baik peningkiatan kualitas SDM, penyediaan ruangan, infrastruktur, inovasi dalam pembelajaran, dll.

Pengembangan Sistem Instruksional
Pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajar menandai terjadinya perubahan paradigma dalam pembelajaran. Perubahan ini antara lain dapat dilihat dari peran guru, pemanfaatan sumber belajar, persepsi tentang ruang kelas. Apabila pada masa masa lalu guru dianggap satu satunya sumber belajar sehingga seluruh aktivitas pembelajaran di sekolah terpusat pada guru, maka dengan adanya TIK, guru tidak lagi merupakan satu satunya sumber belajar. Banyak sumber belajar lain yang dapat diperoleh dari jaringan schoolnet. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, namun terdistribusi kepada setiap individu siswa. Dengan TIK setiap siswa dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, peran utama guru adalah memberikan arahan atau guideline tentang kompetensi apa yang harus dikuasai oleh siswa, selanjutnya siswa dengan bimbingan guru dapat mencapai kompetensi tersebut sesuai kecepatan individu siswa masing-masing. Apakah TIK akan menggantikan peran guru? TIK sesungguhnya tidak akan menggantikan peran guru, namun membantu mempermudah dan meningkatkan kualitas proses belajar yang difasilitasi oleh guru.

Dengan TIK, ruang kelas tidak lagi menjadi pembatas aktivitas belajar siswa. Siswa bisa belajar dengan menembus batas batas ruang. Melalui internet siswa dapat mengambail bahan belajar dari mana saja dan berdiskusi dengan siapa saja di seluruh pelosok dunia. Pembelajaran pun tidak harus di ruang kelas yang dibatasi empat dinding.

Kemudahan kemudahan yang ditawarkan oleh program schoolnet, perlu disikapi dengan pengembangan inovasi kreatif dalam pengembangan instruksional. Pola-pola pembelajaran konvensional perlu direview kembali. Dengan TIK pembelajaran dapat lebih kaya, lebih bervariasi, dan lebih memotivasi.

Fasilitas utama yang ditawarkan schoolnet adalah akses broadband LAN yang menghubungkan jaringan sekolah pada satu daerah kabupaten/kota. Ketersediaan akses ini dapat dimanfaatkan oleh sekolah atau tenaga kependidikan daerah kabupaten/kota untuk meempatkan konten pada server lokal, baik konten yang dikembangkan sendiri oleh daerah maupun konten yang telah tersedia.

Pemanfaatan Konten
Sejumlah konten yang telah disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional, antara lain portal pembelajaran e-dukasi.net yang dapat diakses pada alamat www.e-dukasi.net, siaran TV Edukasi, buku sekolah elektronik pada situs http://bse.depdiknas.go.id. Di samping itu terdapat juga konten berbasis video seperti video on demand (VOD) yang dapat di download melalui e-dukasi.net. Melalui akses Jardiknas, siswa juga dapat mengikuti bimbingan belajar on line pada situs www.bimbelonline.net. Pada situs ini siswa dapat mengikuti try out ujian nasional, tutorial, dan remedial yang diasuh oleh guru-guru yang kompeten.

Dengan konten yang tersedia di atas diharapkan dapat membantu para guru dan siswa untuk memanfaatkan schoolnet dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran. Lebih jauh, dharapkan pula para guru ataupun komunitas schoolnet dapat mengembangkan konten-konten lokal guna memperkaya sumber belajar.

Share informas dan telekolaborasi
Dengan menjadi bagian dari jaringan schoolnet para guru, juga siswa, dapat saling bertukar informasi, bertukar sumber daya, serta saling bekerjasama secara secara jarak jauh atau bertelekolaborasi. Sejumlah model pemanfaatan jaringan ini telah dikembangkan pada portal e-dukasi.net, yakni antara lain forum diskusi, telekolaborasi, dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) on line. Telekolaborasi merupakan model kerjasama jarak jauh antar komunitas pendidikan yang telah diikuti oleh ribuan user. Dengan telekolaborasi para guru dari berbagai daerah yang berbeda dapat saling berkerjasama mengembangan suatu bahan belajar yang hasilnya dapat digunakan secara bersama-sama. Berbagai topik telah didiskusikan pada telekolaborasi. Selengkapnya silakan lihat e-dukasi.net. MGMP on line merupakan satu kebutuhan bagi para guru untuk saling berbagi informasi berkaitan dengan sejawatnya dalam mata pelajaran tertentu. MGMP yang selama ini telah berlangsung dengan baik di setiap daerah, akan lebih semarak dengan bantuan teknologi, sehingga diskusi MGMP tidak lagi terbatas oleh wilayah semata.

Penutup
Di samping untuk keperluan lalu lintas data administrasi, program schoolnet ditujukan untuk menunjang peningktan kualitas proses pembelajaran. Untuk itu, diperlukan kesiapan sekolah dalam rangka pemanfaatan program ini. Sejumlah aspek yang perlu disiapkan oleh sekolah yang sudah dibicarakan di atas, yaitu mencakup kesiapan infrastruktur, SDM, kebijakan sekolah, pengembangan instruksional, pengembangan konten, serta share informasi dan telekolaborasi. Untuk implementasi ini semua masih diperlukan kerja keras dan langkah-langkah kongkret pada level sekolah, khususnya para guru. Semoga sukses.


QUANTUM TEACHING DAN Q. LEARNING


Ditulis: Jelarwin Dabutan

Seperti kita ketahui, di dalam dua tiga dasa warsa terakhir ini perkembangan teknologi itu berjalan dengan amat cepat. Teknologi yang di hari keamarin masih dianggap modern (sunrise teohnology ) bukan tak mungkin hari ini sudah mulai basi (sunset technology).

Teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalarn pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort akan dapat digantikan dengan learning with fun. Apalagi dalam pembelajaran orang dewasa, learning with effort menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk dilaksanakan karena berbagai faktor pembatas, seperti kemauan berusaha, mudah bosan dll. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan menjadi pilihan para guru/fasilitator. Jika situasi belajar seperti ini tidak tercipta, paling tidak multimedia dapat membuat belajar lebih efektif menurut pendapat beberapa pengajar.

Pada saat ini kita semua memahami bahwa proses belajar dipandang sebagai proses yang aktif dan partisipatif, konstruktif, kumulatif, dan berorientasi pada tujuan pembelajaran, baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) untuk mencapai kompetensi tertentu.

SMK yang sudah mapan pada umumnya menggunakan teknologi multimedia di dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pada beberapa tahun lalu yang masih menggunakan Overhead Projector (OHP) dan menggunakan media Overhead Transparancy (OHT), pada saat ini menjadi tidak mode dan mulai ditinggalkan. Beberapa kelebihan multimedia seperti tidak perlu pencetakan hard copy dan dapat dibuat/diedit pada saat mengajar menjadi hal yang memudahkan guru dalam penyampaian materinya. Berbagai variasi tampilan/visual bahkan audio mulai dicoba seperti animasi bergerak, potongan video, rekaman audio, paduan warna dll dibuat untuk mendapatkan sarana bantu mengajar yang sebaik-baiknya. Bahkan pada beberapa kesempatan telah diadakan ToT Multimedia dan juga In House Training

Pembelajaran yang Efektif

Sejauh ini multimedia mampu mengubah pembelajaran secara drastis dan fundamental. Namun pertanyaannya adalah, kapan multimedia efektif digunakan dalam proses pembelajaran peserta diktat ? dan mengapa efektif ?

Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, kita harus merniliki pemahaman yang menyeluruh tentang multimedia. Ketika membahas multimedia, biasanya yang kita maksudkan adalah gabungan alat-alat teknik seperti komputer, memori elektronik, jaringan informasi, dan alat-alat display yang dapat menyajikan informasi melalui berbagai format seperti teks, gambar nyata atau grafik dan melalui multi saluran sensorik. Hal ini analog dengan pernikiran jika kita menganggap komputer sebagai mesin tik misalnya. Padahal komputer jelas-jelas merniliki berbagai fungsi dan manfaat yang lebih banyak dibanding mesin tik manual.

Beberapa kesalahan konsep mengenai multimedia dapat diringkas sebagai berikut :

1.Sebagian besar pengguna teknologi multi media masih menganggap multi media hanya sebagai alat penampil suatu materi yang akan disampaikan

2.Multimedia dipandang sebagai wahana yang selalu memberikan dampak positif pada pembelajaran.

3.Karena multimedia memanfaatkan banyak ragam media (audio, visual, animasi gerak, dll) maka serta merta akan menghasilkan proses kognitif yang banyak pula. Dengan bahasa sederhana dikatakan bahwa dengan memberikan banyak hal (teks, gambar, animasi, dll.) maka peserta didik akan mendapatkan lebih banyak.

Kembali pada topik terkemuka, sebelum kita mencari jawaban atas pertanyaan di atas hendaknya kita memaharni level-level pada multimedia. Secara keseluruhan, multimedia terdiri dari tiga level (Mayer, 2001) yaitu :

1.Level teknis, yaitu multimedia berkaitan dengan alat-alat teknis ; alat-alat ini dapat diartikan sebagai wahana yang meliputi tanda-tanda (signs).

2.Level semiotik, yaitu representasi hasil multimedia seperti teks, gambar, grafik, tabel, dll.

3.Level sensorik, yaitu yang berkaitan dengan saluran sensorik yang berfungsi untuk menerima tanda (signs).

Dengan memanfaatkan ketiga level di atas diharapkan kita dapat mengoptimalkan multimedia dan mendapatkan efektifitas pemanfaatan multimedia pada proses pembelajaran.

Berikut ini dipaparkan hasil-hasil penelitian berkaitan dengan pemanfaatan multimedia. Pengaruh multimedia dalam pembelajaran menurut YG Harto Pramono antara lain :

a.Multi bentuk representasi

b.Animasi

c.Multi saluran sensorik

d.Pembelajaran non-linearitas

e.Interaktivitas.

1.Multi Bentuk Representasi

Yang dimaksud dengan multi bentuk representasi adalah perpaduan antara teks, gambar nyata, atau grafik. Berdasarkan hasil penelitian tentang pemanfaatan multi bentuk representasi, informasi/materi pengajaran melalui teks dapat diingat dengan baik jika disertai dengan gambar. Hal ini dijelaskan dengan dual coding theory (Paivio, 1986). Menurut teori ini, sistem kognitif manusia terdiri dua sub sistem : sistem verbal dan sistem gambar (visual). Kata dan kalimat biasanya hanya diproses dalam sistem verbal (kecuali untuk materi yang bersifat kongkrit), sedangkan gambar diproses melalui sistem gambar maupun sistem verbal. Jadi dengan adanya gambar dalam teks dapat meningkatkan memori oleh karena adanya dual coding dalam memori (bandingkan dengan single coding).

Seseorang yang membaca/memahami teks yang disertai gambar, aktifitas yang dilakukannya yaitu : memilih informasi yang relevan dari teks, membentuk representasi proporsi berdasarkan teks tersebut, dan kemudian mengorganisasi informasi verbal yang diperoleh ke dalam mental model verbal.

Demikian juga ia memilih informasi yang relevan dari gambar, lalu membentuk image, dan mengorganisasi informasi visual yang dipilih ke dalam mental mode visual. Tahap terakhir adalah menghubungkan `model` yang dibentuk dari teks dengan model yang dibentuk dari gambar .Model ini kemudian dapat menjelaskan mengapa gambar dalam teks dapat menunjang memori dan pemahaman peserta didik.

Fitur penting lain dalam multimedia adalah animasi. Berbagai fungsi animasi antara lain : untuk mengarahkan perhatian peserta diklat pada aspek penting dari materi yang sedang dipelajari (tetapi awas, animasi dapat juga mengalihkan perhatian peserta dari topik utama), Menurut Schnotz dan Bannert (2003), pemahaman melalui teks dan gambar dapat mendukung pembentukan mental model melalui berbagai route (yang juga ditunjang oleh latar belakang pengetahuan sebelurnnya atau prior knowledge).

Menurut model ini, gambar dapat menggantikan teks dan demikian pula sebaliknya. Model ini dapat juga menjelaskan perbedaan tiap-tiap individu dalam belajar menggunakan multimedia Beberapa hasil penelitian menunjukkan peserta diklat yang memiliki latar belakang pengetahuan sebelurnnya (prior knowledge) tinggi tidak memperoleh banyak keuntungan dengan adanya gambar pada teks, sedangkan peserta diklat dengan prior knowledge rendang sangat terbantu dengan adanya gambar pada teks.

Berarti bagi guru/fasilitator cukup jelas kapan menggunakan gambar pada teks dan kapan tidak menggunakannya. Tetapi perlu diingat juga bahwa pada dasarnya gambar sebagai penunjang penjelasan substansi materi yang tertera pada teks, jadi jangan sekali-sekali porsi gambar melebihi teks yang ada. Juga gambar harus relevan dan berkaitan dengan narasi pada teks.

2.Animasi

Menurut Reiber (1994) bagian penting lain pada multimedia adalah animasi. Animasi dapat digunakan untuk menarik perhatian peserta diklat jika digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya anirnasi juga dapat mengalihkan perhatian dari substansi materi yang disampaikan ke hiasan animatif yang justru tidak penting. Animasi dapat membantu proses pelajaran jika peserta diklat banya akan dapat melakukan proses kognitif jika dibantu dengan animasi, sedangkan tanpa animasi proses kognitif tidak dapat dilakukan. Berdasarkan penelitian, peserta diklat yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengetahuan rendah cenderung memerlukan bantuan, salah satunya animasi, untuk menangkap konsep materi yang disampaikan.

3.Multi Saluran Sensorik

Dengan penggunaan multimedia, peserta diklat sangat dimungkinkan mendapatkan berbagai variasi pemaparan materi. Atau sebaliknya guru/fasilitator dapat menggunakan berbagai saluran sensorik yang tersedia pada media tersebut. Dengan penggunaan multi saluran sensorik, dimungkinkan penggunaan bentuk-bentuk auditif dan visual. Menurut basil penelitian, pemerolehan pengetahuan melalui teks yang menggunakan gambar disertai animasi, basil belajar peserta akan lebih baik jika teks disajikan dalam bentuk auditif dari pada visual.

4.Pembelajaran Non Linear

Pembelajaran non linear dirnaksudkan sebagai proses pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan materi-materi dari guru/widyaiswara, tetapi peserta diklat hendaknya menambah pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai somber ekstemal seperti narasumber di lapangan, studi literatur dari beberapa perpustakaan, situs internet, dan sumber-sumber lain yang relevan dan menunjang peningkatan diri. Berdasarkan suatu penelitian dikatakan bahwa tingkat pemahaman dengan sistem pembelajaran non linear merniliki hasil yang lebih baik dibanding peserta diktat mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan hanya dari fasilitator. Jadi tugas guru/fasilitator untuk dapat merangsang dan menciptakan suatu kondisi semangat menambah ilmu para peserta diklat dari berbagai sumber lain.

5.Interaktivitas

Interaktivitas disini diterjermahkan sebagai tingkat interaksi dengan media pembelajaran yang digunakan, yakni multimedia. Karena kelebihan yang dimiliki multimedia, memungkinkan bagi siapapun (guru/fasilitator dan peserta diklat) untuk eksplore dengan memanfaatkan detail-detail di dalam multimedia dalam menunjang kegiatan pembelajaran. Permasalahannya tinggal bagaimana aktivitas behavioristik terhadap multimedia memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak (guru & peserta).

(HG)
UBAH OLA PEMB. FISIKA


OLEH ; PROF. SYUKUR

Metode pengajaran Fisika harus diubah agar lebih disenangi siswa dengan memperbanyak melakukan praktikum, sebab cara yang dipakai selama ini monoton sehingga kurang diminati siswa.

Melalui praktikum, pengajaran konsep yang dipaparkan melalui buku atau pengajar bisa lebih mudah terbuktikan sehingga siswa menyenangi pelajaran ini, kata Guru Besar Fisika Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Muhammad Syukur, di Medan, Sabtu. Ia mengakui pelajaran Fisika mungkin menempati urutan kedua setelah Matematika sebagai pelajaran yang kurang disenangi pelajar bahkan menjadi momok kegagalan.

Kini muncul buku fisika dengan elemen baru yang memberikan contoh-contoh konseptual sehingga dapat menghilangkan miskonsepsi yang selama ini terjadi. Kendalanya saat ini adalah kurangnya peralatan praktikum untuk mendukung pelajaran Fisika hingga mengakibatkan tidak semua bahasan Fisika bisa disampaikan melalui praktikum, katanya.

Kondisi ini terjadi bukan hanya di sekolah bahkan di perguruan tinggi peralatan praktikum masih sangat kurang padahal, itu sangat penting untuk riset, katanya. Menurut dia, ada tiga aspek pengajaran fisika yang diperoleh pelajar yakni pengajar, buku dan pengalaman lingkungannya. Dari tiga cara tersebut, pengalaman merupakan yang paling sering memberikan kesalahan dalam pemikiran atau miskonsepsi mengenai salah satu topik, akibatnya pelajar menjadi bingung.

Hal sama juga dikatakan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan (Unimed), Radwan Sani. Ia menilai pembelajaran Fisika masih bersifat tradisional yakni lebih banyak dengan menggunakan metode ceramah. Metode ceramah itu kurang efektif karena guru berlaku aktif dan siswa biasanya pasif. Selain itu pembelajaran pada umumnya berorientasi pada konten fisika,tidak berkaitan dengan permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, katanya. antara/mim

Sumber: Republika Online
http://www.republika.co.id/

(HG)


E-learning di Sekolah dan KTSP

oleh
Drs. Sutrisno, M.Sc., Ph.D

Pergeseran paradigma dalam pranata pendidikan yang semula terpusat menjadi desentralistis membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah. Kebijakan tersebut dapat dimaknai sebagai pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada sekolah dalam mengelola sekolah, termasuk di dalamnya berinovasi dalam pengembangan kurikulum dan model-model pembelajaran.

Otonomi yang luas itu, hendaknya diimbangi dengan perubahan yang berorientasi kepada kinerja dan partisipasi secara menyeluruh dari komponen pendidikan yang terkait. Kondisi ini gayut dengan perubahan kurikulum yang sedang diluncurkan dewasa ini oleh pemerintah, yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Konsekuensi yang harus ditanggung oleh sekolah adalah restrukturisasi dalam pengelolaan sekolah (capacity building), profesionalisme guru, penyiapan infrastruktur, kesiapan siswa dalam proses belajar dan iklim akademik sekolah.

Kebijakan penerapan KTSP dan pemberian otonomi pendidikan juga diharapkan melahirkan organisasi sekolah yang sehat serta terciptanya daya saing sekolah. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan pembelajaran berbasis teknologi informasi yang sangat pesat, hendaknya sekolah menyikapinya dengan seksama agar apa yang dicita-citakan dalam perubahan paradigma pendidikan dapat segera terwujud. Kecenderungan yang telah dikembangkan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran adalah program e-learning.

Beragam istilah dan batasan telah dikemukakan oleh para ahli teknologi informasi dan pakar pendidikan. Secara sederhana e-learning dapat difahami sebagai suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer yang dilengkapi dengan sarana telekomunikasi (internet, intranet, ekstranet) dan multimedia (grafis, audio, video) sebagai media utama dalam penyampaian materi dan interaksi antara pengajar (guru/dosen) dan pembelajar (siswa/mahasiswa).

Model pembelajaran berbasis TIK dengan menggunakan e-learning berakibat pada perubahan budaya belajar dalam kontek pembelajarannya. Setidaknya ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang ke empat administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelejaran.

Permasalahan yang dihadapi sekolah saat ini adalah pada tingkat kesiapan peserta belajar, guru, infrastruktur sekolah, pembiayaan, efektifitas pembelajaran, sistem penyelenggaraan dan daya dukung sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK. Lalu, apakah mungkin program e-learning dapat dilaksanakan di sekolah? Ini yang menjadi esensi dari kebermaknaan e-learning di sekolah.

Menyiapkan program e-learning

Pengalaman menunjukan dalam menyiapkan program e-learning tidaklah sesulit dalam bayangan kita, asalkan kita memiliki kemauan dan komitmen yang kuat untuk menuju ke arah itu. Tanpa komitmen dan dukungan secara teknis maka program e-learning di sekolah tidak mungkin akan terealiasi. Ada tip tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of e-learning volume 5 tahun 2005, yakni adanya perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar bagi siswa.

Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.

Membudayakan belajar berbasis TIK

Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995 an, salah satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik dalam budaya belajar berbasis teknologi informasi serta kurang trampilnya dalam menggunakan perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta masih terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya terkait dengan model-model pembelajan. Untuk mempersiapkan budaya belajar berbasis TIK adalah keterlibatan orang tua murid dan kultur masyarakat akan teknologi serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk membudayakan anak didik dengan teknologi. Model ini telah dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk club yang dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk bersinggungan dengan budaya teknologi.

Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-learning. Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana pembelelajaran. Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter) hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah dibuat.

Dalam penetapan kualitas pembelejaran dengan menggunakan model e-learning telah dikembangkan oleh lembaga Qualitative Standards Scholarship Assessed: An Evaluation of the Professoriate yang dikembangkan oleh Glassick, Huber and Maeroff, (2005), dengan indikator-indikator instrumen yang telah dikembangkan meliputi: kejelasan tujuan pembelajaran, persiapan bahan pembelajaran yang cukup, penyiapan metoda belajar yang sesuai, menghasilkan hasil pembelajaran yang signifikan positif, efektifitas dalam mempresentasikan bahan pelajaran serta umpan balik yang kritis dari peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning / digital classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi media.

Dengan mencermati perkembangan teknologi informasi dalam dunia pendidikan dan beberapa komponen penting yang perlu disiapkan serta pengalaman penulis dalam mengembangkan program e-learning maka program e-learning di sekolah bukanlah suatu hayalan belaka bahkan sesegera mungkin untuk diwujudkan.

sumber:www.pendidikan.net

PENGARUH PERMAINAN BAGI ANAK


Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak :

1. Kesehatan

Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.

2. Intelligensi

Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.

3. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.

4. Lingkungan

Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.

5. Status sosial ekonomi

Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak :
- Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
- Bermain dapat digunakan sebagai terapi
- Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak
- Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
- Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
- Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak

A. Permainan Aktif

1. Bermain bebas dan spontan

Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.

2. Sandiwara

Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.

3. Bermain musik

Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.

4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu

Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.

5. Permainan olah raga

Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.

B. Permainan Pasif

1. Membaca

Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.

2. Mendengarkan radio

Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.

3. Menonton televisi

Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.


sumber:www.esmartschool.com


SESUAIKAH TUMBUH KEMBANG ANAK ANDA

oleh
Dr. SuriViana -www.infoibu.com

Pertumbuhan ( growth) berkaitan dengan dengan masalah perubahan dalam ukuran fisik seseorang. Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua proses ini terjadi secara sinkron pada setiap individu.

Proses tumbuh kembang seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling terkait, yaitu ; faktor genetik / keturunan , lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku. Proses ini bersifat individual dan unik sehingga memberikan hasil akhir yang berbeda dan ciri tersendiri pada setiap anak.
Penilaian terhadap pertumbuhan seorang anak dapat dinilai melalui pertambahan berat dan tinggi badan dan sampai anak berusia 2 tahun masih dapat digunakan penilaian melalui lingkar kepala yang biasanya dibandingkan dengan usia anak. Beberapa cara penilaian melalui pemeriksaan fisik atau klinikal , pemeriksaan antropometri ( membandingkan tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap umur, lingkaran kepala terhadap umur, lingkar lengan atas terhadap umur ) , contohnya KMS (kartu menuju sehat ) yang membandingkan berat badan terhadap umur , pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan analisa diet.
Beberapa faktor yang mempegaruhi pertumbuhan anak :
 Faktor heredo konstitusional ; tergantung ras, genetic, jenis kelamin dan kelainan bawaan
 Faktor hormonal ; insulin , tiroid, hormon sex dan steroid.
 Faktor lingkungan selama dan sesudah lahir ; gizi, trauma, sosio – ekonomi, iklim, aktivitas fisik, penyakit, dll.
Perkiraan berat badan yang dapat mudah dilakukan dalam kilogram adalah berat badan waktu lahir bayi cukup bulan akan kembali pada hari ke 10.Berat badan menjadi 2 kali berat waktu lahir saat usia 5 bulan, menjadi 3 kali berat lahir saat usia satu tahun, dan menjadi 4 kali berat waktu lahir saat usia 2 tahun. Pada masa prasekolah kenaikan berat badan rata– rata 2 kg/ tahun.
Perkiraan tinggi badan dapat pula dilakukan dalam sentimeter yaitu usia 1 tahun 1,5 kali tinggi badan lahir, usia 4 tahun 2 kali tinggi badan lahir, 6 tahun 1,5 kali tinggi badan 1 tahun,.


[Artikel selengkapnya : artikel2007121810125225SESUAIKAH TUMBUH KEMBANG ANAK ANDA.doc]

BSE ( Buku Sekolah Elektronik )


02/07/2009
Jumlah Bse Bertambah Lagi Menjadi 598 Judul

Buku Sekolah Elektronik yang sering disingkat dengan istilah BSE adalah merupakan suatu terobosan baru dalam dunia perbukuan di Indonesia. Pemerintah telah membeli hak cipta langsung dari penulis dan membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapa saja untuk memperbanyak dan memperjualbelikan buku tersebut dengan catatan dibawah harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditentukan oleh Mendiknas. BSE ini telah dinilai kelayakan pakainya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah ditetapkan sebagai Buku Teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 46 Tahun 2007, Permendiknas Nomor 12 Tahun 2008, Permendiknas Nomor 34 Tahun 2008, dan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2008. Bagi sekolah yang mendapatkan block grant bantuan Operasional Sekolah (BOS) dianjurkan untuk memanfaatkan BSE ini dengan cara memperbanyak dan menyebarluaskannya secara gratis kepada siswa.
Kini, jumlah BSE telah mencapai 598 judul dari semula berjumlah 407 judul di tahun 2008 ketika diluncurkn secara resmi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Total buku secara lebih rinci adalah 162 judul buku SD, 103 judul buku SMP, 128 judul buku SMA, dan 205 judul buku SMK. Bukan hanya itu, 402 judul buku lagi akan segera menyusul dalam waktu dekat. Jumlah tersebut tentunya akan terus meningkat dari waktu ke waktu.
User hit yang tinggi perhari, menunjukkan animo masyarakat yang besar terhadap keberadaan BSE. Dengan adanya BSE ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh akses terhadap buku pelajara secara cepat dan murah. Bagi pengguna, dapat mengunduh langsung dari http://jardiknas.depdiknas.go.id atau langsung ke http://bse.depdiknas.go.id. Bagi masyarakat yang berminat untuk ikut serta menyebarluaskan dan memperdagangkan buku tersebut dapat menghubungi Pusat Perbukuan dan Pustekkom Depdiknas untuk mendapatkan master yang siap layak cetak massal.






16/02/2009
Penyusunan Kriteria Kinerja Guru

Untuk mengevaluasi kemampuan bagi guru yang telah memiliki sertifikat profesi dan sebagai indikator pembayaran tunjangan profesi guru, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Depdiknas akan menyusun kriteria kinerja guru. Menurut Dirjen PMPTK Baedowi, penerbitan sertifikat profesi bagi guru adalah untuk keprofesiannya, sedangkan untuk pembayaran tunjangan profesi berdasarkan atas kinerjanya. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru, yakni memenuhi beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dalam seminggu. Tetapi meskipun kinerjanya itu memenuhi 24 jam tatap muka, harus dilihat indikator kinerja yang sekarang sedang dikerjakan. Jumlah kumulasi guru yang telah disertifikasi pada tahun 2007 dan 2008 sekitar 360.000 orang. Sejak Januari telah dipersiapkan pembayaran tunjangan profesi untuk guru. Sedangkan target guru yang akan disertifikasi pada tahun 2009 adalah sebanyak 200.000 orang yang pembayaran tunjangan profesinya akan dimulai tahun 2010. Pembayaran tersebut ditujukan terutama bagi guru yang telah lama lulus, sedangkan guru yang baru lulus diminta untuk melengkapi berkas sebagai syarat diterbitkannya SK tunjangan profesi guru.
Ditegaskan pula bahwa tidak ada perubahan dalam sistem sertifikasi guru, akan tetapi perubahan didasarkan pada pekerjaan pengawasan terutama bagi pengawas dalam jabatan. Hal ini untuk menjaga agar pengawas bekerja secara profesional sehingga diperlukan pengawas yang betul-betul memahami proses pembelajaran. Karena itu dibutuhkan orang-orang yang mempunyai pengalaman sebagai guru atau kepala sekolah.

www.depdiknas.go.id


7/09/2008
Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran: Bagaimana Perkembangannya?

Pustekkom tampaknya tidak pernah lelah atau letih sekalipun mungkin kadangkala terusik juga dengan perasaan jemu untuk meneruskan penggarapan Jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran (JF-PTP). Proses pengusulan JF-PTP ini sudah dirintis semenjak Kepala Pustekkom yang pertama, yaitu Prof. Dr. Yusufhadi Miarso. Mungkin ada juga benarnya pepatah yang mengatakan “slow but sure”. Proses pengusulan JF=PTP ini tampaknya membutuhkann kesabaran dan keuletan untuk memperjuangkannya sampai mencapai keberhasilan.

Walaupun mungkin tidak terlalu terdengar gaungnya tetapi tim yang menangani JF-PTP ini di Pustekkom khususnya dan di lingkungan Depdiknas pada umumnya terus melakukan berbagai upaya untuk dapat diterima dan disetujuinya JF-PTP. Suatu perkembangan yang perlu dibagi melalui informasi ini adalah bahwa beberapa langkah yang mengarah pada proses penetapan Peraturan Menpan dan Peraturan bersama Mendiknas dengan Kepala BKN telah dilakukan.

Validasi terhadap hasil uji petik beban kerja JF=PTP (Tabel I sd. Tabel V) telah selesai dibahas bersama antara tim Depdiknas, Kantor Menpan, dan BKN. Dari hasil validasi ini dapatlah diketahui apakah seseorang yang memangku JF-PTP dapat naik pangkat paling lambat 4 tahun atau secepat-cepatnya dalam kurun waktu 2 tahun. Inilah salah satu hal yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan bersama dengan tim Kantor Menpan dan BKN pada hsri Jum’at, 12 September 3008.

Di dalam pertemuan tersebut juga telah diperoleh tim JF-PTP Pustekkom beberapa masukan terhadap penyempurnaan dokumen tentang konsep atau draft Peraturan Menpan yang dilampiri dengan uraian tentang kegiatan utama, penunjang dan angka kredit JF-PTP. Masukan ini akan digunakan untuk menyempurnakan konsep atau draft Peraturan Menpan yang pembahasannya akan dilakukan pada hari Senin, tanggal 22 September 2008. Sedangkan konsep tentang Peraturan Bersama Mendiknas dengan Kepala BKN akan menjadi agenda pembahasan yang berikutnya.

Akhirnya, adalah menjadi harapan kita bersama agar semua dokumen yang diperlukan untuk penetapan JF-PTP dapat diselesaikan pada tahun 2008 ini. Demikian juga dengan kegiatan menyosialisasikannya, baik melalui berbagai pertemuan, secara tertulis (media cetak), media elektronik maupun media jaringan.


02/02/2009
Perda Untuk Bantuan Sekolah

Mulai tahun 2009 sekolah diperbolehkan memungut sumbangan yang dibebankan kepada orang tua murid, namun hal itu perlu di atur oleh pemerintah daerah lewat perda dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan dan kemampuan, bersifat suka rela, tidak ditentukan jumlah, wujud maupun waktu, demikian dikatakan oleh Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Didik Suhardi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa jangan sampai peraturan daerah justru melegalisasi sekolah dalam memungut uang, hal ini juga untuk mengantisipasi pihak sekolah yang sudah mendapatkan BOS melakukan penyimpangan dengan mengatasnamakan sumbangan pendidikan.
Menurut Didik Suhardi ditemukan data beberapa cara yang biasa dilakukan beberapa sekolah untuk mengakali sumbangan sebagai pungutan resmi, sumbangan diputuskan oleh komite sekolah sehingga seolah- olah terjadi di luar sekolah, ada juga iuran yang sifatnya mewajibkan seperti penjualan seragam, tabungan, asuransi, uang komputer, atau kartu OSIS.Biasanya pungutan ini memang tak terkait proses belajar-mengajar.
Seperti sebelumnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk 2009 telah siap dikucurkansecara bertahap, yakni untuk bulan Januari- Maret, April-Juni, Juli-September, dan Oktober- Desember. Untuk tahap pertama, dipastikan sampai ke tiap rekening sekolah pada Februari.Keterlambatan itu sudah biasa terjadi mengingat masih belum turunnya anggaran dari pusat.

Lebih lanjut dikatakan besaran dana yang akan dikucurkan pada tahap awal dari Februari hingga Maret 2009 sebesar Rp4 triliun. Jumlah itu akan diberikan kepada 9,4 juta siswa SMP dan 27,1 juta siswa sekolah dasar (SD) di seluruh Indonesia. Sebelumnya,Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo meminta pemda memberikan sanksi kepada sekolah yang masih memungut biaya dari para siswanya.Sanksi diterapkan agar program pendidikan dasar gratis yang dicanangkan pemerintah segera terwujud.

Tugas pemda memberikan sanksi bagi sekolah kalau sekolah menarik pungutan yang sudah dibiayai dana BOS.. Di era otonomi seperti sekarang ini, pihak pemda, yaitu bupati dan wali kota, diharapkan harus tegas dalam penerapan penggunaan BOS. Jangan semua diserahkan ke pemerintah pusat.

Didik Suhardi juga meminta pemda agar mau mengatur penggunaan BOS melalui peraturan daerah (perda) . Peraturan tersebut berfungsi untuk memberikan definisi yang lebih jelas soal biaya operasional dan biaya pribadi.

Sumber : www.depdiknas.go.id


10/02/2009
Tata Kelola Perekrutan Guru Harus Dibenahi

Beberapa tindakan asusila dan kriminalitas tenaga pendidikan yang terjadi akhir-akhir ini disinyalir disebabkan oleh tata kelola perekrutan tenaga pendidik yang tidak terkendali. Rekrutmen guru yang tidak berdasarkan peraturan ketat menyebabkan jumlah guru menjadi berlebihan. Banyaknya guru honorer yang melebihi kebutuhan menjadi permasalahan serius karena penyebaran guru yang tidak merata. Tidak meratanya penyebaran guru merupakan kesalahan yang fatal. Penumpukan terjadi di kota, angkanya mencapai 76 persen. Hal tersebut disampaikan oleh sekretaris Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Giri Suryamatna.

Lebih lanjut ditegaskan, perbandingan jumlah guru dan siswa tidak seimbang. Idealnya satu guru minimal mengajar 25 siswa, tetapi kenyataannya di Indonesia untuk sekolah dasar satu guru mengajar 20 siswa, sekolah menengah pertama 17 siswa dan untuk sekolah menengah atas 14 siswa.
Saat ini Depdiknas tengah mengkaji peraturan perekrutan guru agar seleksinya lebih ketat sehingga lonjakan tenaga pendidik tidak lagi terjadi. Giri menjelaskan seleksi guru seharusnya memenuhi beberapa kompetensi antara lain pedagogis, keahlian serta kepribadian atau akhlak mulia.Dengan memperketat perekrutan maka jumlah tenaga pendidik yang tidak berkompetensi dapat ditekan dengan begitu anggaran pendidikan akan lebih bermanfaat.

Namun melihat kondisi Indonesia sekarang ini maka penyelesaian guru honorer harus didahulukan dari tata kelola perekrutan guru baru. Dengan adanya tata kelola yang tepat sasaran diharapkan kualitas tenaga pendidik dapat meningkat dan menghilangkan tindak kriminalitas di dunia pendidikan.
Nantinya, Giri mengharapkan pemerintah daerah dapat dengan serius menangani perekrutan guru. Pemerintah Pusat bertugas mengontrol proses seleksi. Jika nanti proses seleksi guru masih tidak terkendali terpaksa pusat akan menunda anggaran.


TI

Peranan industri software sangat strategis, karena terkait dengan sektor ekonomis, dimana selain memberikan dampak yang luas terhadap perluasan kesempatan kerja, dan berusaha juga peningkatan atau pengembangan teknologi informasi dan untuk meningkatkan peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu pula Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta penerapannya di berbagai bidang, telah membuka peluang kerja cukup besar bagi profesional di bidang tersebut. Mereka dapat bekerja di perusahaan, instansi pemerintah, maupun dunia pendidikan.

Mengutip pernyataan Ir Stefanus Thomas Suhalim MCSE, bahwa beberapa negara maju dan berkembang mulai merasakan tingginya kebutuhan tenaga kerja di bidang itu. Dia memberi contoh, Cina yang setiap tahun menghasilkan 200.000 tenaga profesional di bidang tersebut, pada akhir 2008 diperkirakan bakal mengalami kekurangan sebanyak 2,2 juta tenaga kerja TIK. Kenyataan serupa juga terjadi di Amerika. Dia mengutip laporan dari Information Technology Association of Amerika, pada tahun 2001 terbuka peluang bagi 900.000 tenaga kerja di bidang itu. Namun dari jumlah tersebut, 425.000 kesempatan tidak terisi. ``Mereka kekurangan pelamar yang memenuhi kualifikasi teknis dan nonteknis,`` tuturnya.

Disisi lain, informasi tentang peluang kerja di luar negeri juga cukup besar dan banyak, khususnya peluang kerja di bidang teknologi informasi. Sebagai gambaran bahwa kebutuhan terhadap tenaga IT di bidang industri software baik di luar negeri maupun di dalam negeri, adalah sebagai berikut : Tenaga IT di luar negeri, untuk tahun 2015, diperkirakan 3,3 juta lapangan kerja. Sedangkan Tenaga IT domestik, berdasarkan proyeksi pertumbuhan industri pada tahun 2010, target produksi 8.195.33 US $, dengan asumsi produktifitas 25.000 perorang, sehingga dibutuhkan tenaga kerja sekitar 327.813 orang. Dibawah ini disajikan sebuah tabel sebagai gambaran target export TI di Indonesia.


Pengembangan bahan ajar berbasis web

oleh
Drs. Koesnandar, M.Pd

Pengantar
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat pesat, menurut catatan www.internetworldstats.com/ saat ini ada satu milyard pengguna internet di dunia. Penetrasi internet di Asia adalah 10%, sedangkan di Amerika mencapai 67%. Indonesia menduduki urutan ke 13 pengguna internet dunia dengan jumlah pengguna internet tahun 2006, sebanyak 18 juta orang. Angka itu mencapai 10 kali lebih besar dibanding lima tahun lalu. Tidak berlebihan apabila ada yang mengatakan bahwa TIK membawa gelombang baru menuju perubahan besar dalam sejarah kebudayaan manusia.

Tinsiri memberi perumpamaan yang sangat baik dalam menghadapi perkembangan TIK. Ia mengatakan, apabila TIK tersebut diibaratkan arus badai, maka setidak-tidaknya ada tiga kemungkinan sikap kita menghadapinya, yaitu mencoba bertahan melawan arus, hanyut terbawa arus, atau memanfaatkan arus. Dalam perumpamaan ini, sikap yang paling tepat adalah yang terakhir, memanfaatkan arus sebagai sumber energi. Demikian pula dalam dunia pendidikan. Arus TIK telah masuk ke dunia pendidikan. Hadirnya TIK di sekolah, di ruang kelas, di rumah, bahkan di kamar tidur siswa, tidak lagi dapat dibendung. Hadirnya TIK bukan lagi sebuah pilihan, kita memilih ataupun tidak, era TIK telah hadir.

TIK mempunyai potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Pada blue print TIK Depdiknas, stidak-tidaknya disebutkan ada tujuh fungsi TIK dalam pendidikan, yakni sebagai sumber belajar, alat bantu belajar, fasilitas pembelajaran, standard kompetensi, sistem administrasi, pendukung keputusan, sebagai infrastruktur.


elearning
Salah satu kosa kata yang muncul dan populer bersamaan dengan hadirnya TIK dalam dunia pembelajaran adalah elearning. Elearning merupakan kependekan dari elektronik learning. Secara generik elearning berarti belajar dengan menggunakan elektronik. Kata elektronik sendiri mengandung pengertian yang spesifik yakni komputer atau internet, sehinga elearning sering diartikan sebagai proses belajar yang menggunakan komputer atau internet.

Sesungguhnya pengertian elearning sendiri mempunyai makna yang sangat luas dan masih dipersepsikan secara berbeda-beda. Pengertian elearning mencakup sebuah garis kontinum dari mulai menambahkan komputer dalam proses belajar sampai dengan pembelajaran berbasis web. Sebuah kelas yang dilengkapi dengan satu unit komputer untuk memutar sebuah CD pembelajaran interaktif, dalam batasan yang minimal telah dapat disebutkan bahwa kelas tersebut telah menerapkan elearning. Namun menurut batasan UNESCO, elearning paling tidak harus didukung oleh sejumlah syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu mencakup; ketersediaan software bahan belajar berbasis TIK, ketersediaan software aplikasi untuk menjalankan pengelolaan proses pembelajaran tersebut, adanya SDM guru dan tenaga penunjang yang menguasai TIK, adanya infrastruktur TIK, adanya akses internet, adanya dukungan training, riset, dukungan daya listrik, serta dukungan kebijakan pendayagunaan TIK untuk pembelajaran. Apabila elemen-elemen tersebut telah tersedia, maka program dan pengelolaan elearning akan dapat dijalankan.


[Artikel selengkapnya : artikel200712180612267Pengembangan bahan ajar berbasis web.doc]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar