Daftar Blog: Dunia Pendidikan, Guru, Pengawas dan Umum

SELAMAT DATANG DI BLOG INI

Daftar Arsip Blog dapat dilihat pada bagian KANAN tengah halaman ini..>> Trimakasih. (endi.blogspot.com)

Jumat, 16 April 2010

TUNJANGAN PROFESI GURU 2010

I.      TUNJANGAN PROFESI GURU (TPG)
A. Pengertian
Tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan lainnya. Guru dimaksud adalah guru PNS dan guru bukan PNS yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah atau yayasan/masyarakat penyelenggara pendidikan baik yang mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Tunjangan Profesi dibayarkan paling banyak 12 bulan dalam satu tahun berdasarkan prinsip prestasi. Tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah adalah tunjangan yang diberikan kepada guru PNS yang mengajar di Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan guru PNS yang diangkat dalam jabatan pengawas.

B. Besaran
Tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah adalah setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok per bulan dipotong pajak penghasilan Pasal 21 dengan tarif 15 % bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

C. Sumber Dana
Anggaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditransfer ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui mekanisme Transfer ke Daerah.

D. Kriteria Guru Penerima
Tunjangan profesi diberikan kepada guru yang telah mendapat Surat Keputusan Dirjen PMPTK tentang Penetapan Penerima Tunjangan Profesi dan melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan yang berlaku sejak tanggal 30 Juli Tahun 2009

E. Mekanisme Penyusunan Daftar Nominatif Penerima Tunjangan
Profesi Guru
1.     Dirjen PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional mengirimkan SK Penetapan Penerima Tunjangan Profesi Guru ke Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota
2.     Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota menyusun dan menetapkan daftar nominatif guru penerima tunjangan profesi berdasarkan :
a.     SK Dirjen PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional tentang penetapan penerima tunjangan profesi guru,
b.     SK kepegawaian yang menunjukkan gaji pokok terakhir;
c.     SK tugas guru sesuai dengan Permendiknas Nomor 39 tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan pengawas satuan tugas guru.

F. Mekanisme Pembayaran
Pembayaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah dilakukan melalui cara sebagai berikut :
1.     Direktur Jenderal PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan daftar dan rekap jumlah guru PNS Daerah yang berhak mendapatkan tunjangan profesi per provinsi/kabupaten/kota paling lambat bulan Oktober tahun berjalan untuk pembayaran tahun berikutnya. Selanjutnya data tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
2.     Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) tentang Alokasi Dana Tunjangan Profesi bagi Guru PNS Daerah untuk masing-masing daerah provinsi, kabupaten, dan kota berdasarkan data yang sudah ditetapkan oleh Direktur Jenderal PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional.
3.     Pemerintah daerah mengalokasikan tunjangan profesi bagi guru pada APBD dan APBD Perubahan sesuai alokasi dana dalam Permenkeu.
4.     Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota berkewajiban untuk menyusun daftar nominatif guru penerima tunjangan profesi setiap bulan dengan mengacu kepada surat keputusan kepegawaian tentang gaji pokok terakhir dengan menggunakan format sebagaimana pada Lampiran 1.
5.     Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota setiap bulan menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Bendahara Umum Daerah (BUD) dilampiri daftar nominatif.
6.     Bendahara Umum Daerah provinsi/kabupaten/kota menyalurkan tunjangan profesi guru ke Bendahara Pengeluaran dinas pendidikan provinsi/ kabupaten/kota.
7.     Bendahara Pengeluaran dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota membayarkan tunjangan profesi kepada guru melalui rekening bank/pos masing-masing.
8.     Pembayaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah dilakukan pada awal bulan berikut, kecuali untuk bulan Desember dilakukan pada akhir bulan Desember tahun berjalan.
9.     Apabila terjadi kekurangan atau kelebihan dana yang dialokasikan dibandingkan dengan realisasinya, maka akan diperhitungkan pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

G. Mekanisme Pengembalian Sisa Anggaran
Apabila terdapat sisa pembayaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah, Pemerintah daerah wajib menyetorkan kembali dana tersebut ke Rekening Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II.     MUTASI, PENGHENTIAN DAN PEMBATALAN
A. Mutasi Pembayaran Tunjangan Profesi bagi Guru PNS Daerah
Mutasi pembayaran tunjangan profesi bagi Guru PNS Daerah dilakukan apabila terjadi mutasi sebagai berikut:
1.     pindah tugas ke sekolah di luar pembinaan Kementerian Pendidikan Nasional atau sebaliknya,
2.     pindah tugas dari sekolah pada satu provinsi/kabupaten/kota ke sekolah di provinsi/kabupaten/kota lain, atau
3.     pindah tugas dari pejabat struktural yang berasal dari guru menjadi guru kembali.

Mutasi pembayaran tunjangan profesi dilakukan apabila SK mutasinya sudah diterbitkan oleh pemerintah daerah tempat tugas yang baru. Berkas yang harus dipersiapkan guru untuk mutasi pembayaran tunjangan profesi antara lain :
1.     Foto kopi Surat Keputusan mutasi
2.     Surat Keputusan tugas mengajar
3.     Foto kopi nomor rekening bank/pos yang bersangkutan, kecuali bagi daerah yang tidak memungkinkan.
4.     Surat Keputusan Penghentian Pembayaran Tunjangan Profesi dari tempat tugas sebelumnya.

Berkas tersebut disampaikan ke dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota tempat tugas yang baru.

B. Penghentian Pembayaran
Pemberian tunjangan profesi dihentikan apabila guru penerima tunjangan profesi memenuhi salah satu atau beberapa keadaan sebagai berikut:
1.     meninggal dunia,
2.     mencapai batas usia pensiun,
3.     tidak lagi bertugas sebagai guru atau pengawas,
4.     tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tugas 24 jam tatap muka per minggu,
5.     tidak mengampu mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik yang diperuntukannya, atau
6.     dengan alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Kondisi tersebut di atas dibuktikan dengan surat resmi atau surat keterangan dari pihak yang berwenang. Berdasarkan surat resmi tersebut, kepala satuan pendidikan/ Dinas Pendikan Kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya tidak memasukkan ke dalam daftar guru PNSD/ guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang akan menerima pembayaran tunjangan profesi pendidik.

C. Pembatalan Pembayaran
Tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah dibatalkan pembayarannya dan wajib mengembalikan tunjangan profesi yang telah diterima kepada negara apabila:
1.     Sertifikat Pendidik yang dimilikinya dibatalkan oleh pejabat yang berwenang
2.     Surat Keputusan Dirjen PMPTK tentang Penerima Tunjangan Profesi Pendidik dibatalkan oleh pejabat yang berwenang,

Mekanisme pengembalian ke kas negara melalui Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk selanjutnya disetorkan ke rekening kas Negara.

D. Kesalahan Pembayaran
Dalam hal terjadi kesalahan pembayaran tunjangan profesi kepada guru PNS Daerah yang bukan haknya, maka yang bersangkutan wajib mengembalikan dana kesalahan tersebut ke rekening kas Negara melalui Bendahara Umum Daerah

III.    PENGENDALIAN PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PNS DAERAH
Pengendalian pelaksanaan pembayaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah melalui mekanisme transfer ke daerah mencakup semua upaya yang dilakukan dalam rangka menjamin pelaksanaan program pembayaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah agar dapat berjalan sebagaimana mestinya, tepat sasaran dan tepat waktu. Kegiatan pengendalian dilakukan dalam bentuk pengawasan, pelaporan hasil pengawasan dan rekonsiliasi, serta sanksi.

A. Pengawasan
Untuk mewujudkan pembayaran tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah yang transparan dan akuntabel diperlukan pengawasan oleh aparat internal dan eksternal. Pengawasan internal sepenuhnya menjadi tanggungjawab Kepala Satuan Pendidikan tempat guru yang bersangkutan bertugas dan Pengawas Sekolah. Pengawasan eksternal dilakukan oleh lembaga fungsional yang berwenang seperti: Inspektorat Daerah atau Bawasda.

B. Pelaporan dan Rekonsiliasi
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota wajib menyampaikan rekap data guru penerima tunjangan profesi bagi Guru PNS Daerah secara rutin pada bulan April dan September tahun berjalan dengan menggunakan format sebagaimana pada lampiran 2 kepada Direktorat Jenderal PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional ke alamat :
Direktorat Profesi Pendidik
Up. Subdit Program
Gedung D Lt 14 Kompleks Kemendiknas
Jalan Pintu I Senayan, Jakarta

Direktorat Jenderal PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional bersama Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan melaksanakan rekonsiliasi rekapitulasi jumlah penerima tunjangan profesi bagi guru PNS Daerah setiap bulan Mei dan Oktober tahun berjalan untuk dapat dialokasikan dalam APBD Kabupaten/Kota tahun berikutnya.

C. Sanksi
Sanksi merupakan salah satu bentuk pembinaan terhadap guru yang telah melakukan suatu tindakan dimana tindakan tersebut tidak sesuai dengan peraturan dan atau persyaratan yang telah ditentukan. Tunjangan profesi pendidik diberikan kepada setiap guru yang telah memenuhi persyaratan. Apabila ternyata setelah dilakukan verifikasi dan atau pemeriksaan ditemukan ada dokumen guru yang tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan maka yang bersangkutan diberi sanksi sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.

PENUTUP
Petunjuk teknis ini merupakan acuan yang mengikat dalam pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi melalui mekanisme transfer ke daerah. Ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam pedoman ini dapat ditambahkan sesuai dengan kewenangan dan kondisi masing-masing daerah yang tidak bertentangan dengan petunjuk teknis ini dan ketentuan lain yang berlaku.

SUMBER :
·          PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME TRANSFER KE DAERAH, DIRJEN PMPTK, KEMENDIKNAS 2010
·         

Minggu, 04 April 2010

MKPS (Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah)

Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) Dinas Pendidikan Kab. Brebes terdiri; Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Forum Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (FMKS) merupakan beranggotakan minimal 12 orang anggota MKPS. Sedangkan Kelompok Kerja Pengawas Sekolah di tingkat SD disebut KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah). Dengan demikian di tingkat kabupaten Brebes ada 4 forum:

1. Forum Kelompok Kerja Pengawas Sekolah untuk Pengawas SD

2. Forum Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah untuk Pengawas SMP

3. Forum Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah untuk Pengawas SMA

4. Forum Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah untuk Pengawas SMK

Kepengurusan terdiri dari:

Ketua

Sekretaris

Bendahara

Bidang Perencanaan

Bidang Pengembangan Organisasi, Administrasi, Sarana Prasarana

Bidang Hubungan Masyarakat dan Kerjasama

KODE ETIK PENGAWAS

1. Dalam melaksanakan tugasnya senantiasa berlandaskan iman dan taqwa; dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2. Merasa bangga akan tugasnya sebagai pengawas

3. Memiliki pengabdian yang dalam untuk menekuni tugasnya sebagai pengawas

4. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dalam tugasnya sebagai pengawas

5. Memegang teguh citra dan nama baik selaku pembina dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas

6. Memiliki disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai seorang pengawas

7. Mampu menampilkan keberadaannya sebagai aparat dan tokoh yang patut diteladani

8. Sigap dan terampil untuk menanggapi dan membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi aparat binaannya

9. Memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap aparat binaannya maupun terhadap sesama pengawas.

PERDA KAB. BREBES NO. 9 TAHUN 2008 tentang SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BREBES

BAB XVI: PENGAWASAN Bagian Kesatu Umum

PASAL 54: (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan luar sekolah.

(2) Pengawas bidang teknis edukatif dilakukan oleh tenaga fungsional pengawas profesional yang terdiri dari Pengawas TK/SD, Pengawas Rumpun Mata Pelajaran, Pengawas Bimbingan Konseling serta dilaporkan secara berkala (triwulan) kepada Kepala Dinas.

PASAL 55: Kedudukan dan Tugas Pengawas Sekolah dan Penilik

(1) Pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah yang ditunjuk/ditetapkan.

(3) Pengawas sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.

TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PENGAWAS SEKOLAH DAN PENILIK

(1) Tanggung jawab pengawas sekolah adalah:

a. Melaksanakan pengawasan pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Rumpun Mata Pelajaran/Mata Pelajaran dan Bimbingan Konseling; dan

b. Meningkatkan proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

(2) Wewenang pengawas sekolah adalah:

a. Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optional dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi; dan

b. Menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.

Beban Kerja Guru dan Pengawas

Pengaturan Beban Kerja Guru dan Pengawas
Ditulis 18 January 2010 pukul 17:52 oleh admin

images21PP No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru (63) telah menjadi dasar lahirnya Permendiknas Nomor 39 tanggal 30 Juli 2009 (118) tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas. Disusul kemudian dengan terbitnya Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas (177) pada tahun 2009.

Peraturan itu telah mengubah kebijakan yang semula guru melaksanakan tugas 18 jam dan pengawas melaksanakan tugas ekuivalen dengan 18 jam, menjadi tatap muka per minggu menjadi 24 jam dan pengawas memiliki beban kerja ekuivalen 24 jam tatap muka. Beban kerja guru dan pengawas untuk melaksanakan kegiatan tersebut merupakan bagian dari pemenuhan standar jam kerja pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) dalam 1 (satu) minggu.

Perubahan kebijakan lain dalam pengembangan kurikulum yang telah memperlakukan beberapa mata pelajaran yang tidak lagi terdapat dalam struktur kurikulum KTSP sehingga tingkat kelebihan guru meningkat di beberapa daerah. Kelebihan itu tidak hanya terjadi pada guru namun juga pada pengawas.

Dampak dari kebijakan itu banyak guru yang belum dapat porsi tugas sesuai dengan standar, yakni 24 jam tatap muka per minggu.

Kebijakan baru itu juga telah semakin memperjelas standar beban kerja pengawas yang dapat dilihat pada uraian berikut :

* Pengawas Sekolah Dasar melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 10 sekolah dan paling banyak 15 sekolah,
* Pengawas Sekolah Menengah Pertama melakukan dan paling banyak 15 sekolah,
* Pengawas Sekolah Menengah Atas melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah,
* Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah,

Pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran memenuhi ketentuan sebagai berikut:

* Pengawas Guru Taman Kanak-kanak (Pendidikan Usia Dini Formal) melakukan pengawasan dan membina paling sedikit sedikit 60 guru dan paling banyak 75 guru kelas di TK,
* Pengawas Guru Sekolah Dasar paling sedikit 60 guru dan paling banyak 75 guru kelas di SD.
* Pengawas Mata Pelajaran pada Sekolah Menengah Pertama melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 40 guru dan paling banyak 60 guru di SMP.
* Pengawas Mata Pelajaran pada Sekolah Menengah Atas melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 40 guru dan paling banyak 60 guru di SMA.
* Pengawas Mata Pelajaran pada Sekolah Menengah Kejuruan melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 40 guru dan paling banyak 60 guru di SMK.

Dengan lahirnya pedoman pelaksanaan tugas ini, kini tugas guru dan pengawas semakin jelas dan semakin spesifik mengukur kinerjanya.

Pengawas Sekolah Belum Optimal Minggu, 31 Januari 2010 | 16:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya peningkatan mutu sekolah selama ini terganjal antara lain karena minimnya kualitas dan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam mengembangkan sekolah dan siswa. Untuk itu proses perekrutan dan seleksi kepala sekolah dan pengawas sekolah akan diperketat dengan mensyaratkan perlunya memiliki kemampuan managerial sebagai kemampuan dasar.



Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Sabtu (30/1/2010), mengakui peran pengawas sekolah belum optimal. Padahal peran pengawas sekolah lebih penting dan lebih kuat daripada pegawai di dinas pendidikan karena pengawas sekolah seharusnya memahami apa yang diperlukan dalam menilai kinerja secara akademik, managerial, dan kewirausahaan kepala sekolah.



"Fungsi pengawas sekolah ini yang belum kokoh. Hubungan pengawas sekolah dengan kepala sekolah juga belum sekohesif yang kita harapkan," kata Fasli seusai meluncurkan Program Penguatan Kemampuan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah 2010 di Jakarta.



Jika pengawas sekolah dibekali kemampuan supervisi yang berkualitas, kualitas kepala sekolah pun akan meningkat. Seperti halnya pengawas sekolah, menurut Fasli kepala sekolah juga harus dibekali kemampuan mengelola sekolah secara profesional sehingga akan terlihat perkembangan sekolahnya.



Untuk memaksimalkan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah, kata Fasli, kepala sekolah harus diberikan kebebasan sebagai manager pendidikan dan tidak terkooptasi oleh birokrasi dan politik. Jika terganggu oleh birokasi dan politik , kepala sekolah akan lumpuh dan tidak akan bisa optimal dalam mengembangkan kemampuan sekolahnya.



"Harus berani memisahkan mana yang nanti bisa masuk birokrasi dan mana yang otonomi di tingkat sekolah. Cukup diawasi oleh komite sekolah dan profesinya seperti kepala sekolah dan pengawas . Kegagalan kerap terjadi karena kepala sekolah dicampuri macam-macam," kata Fasli.



Kepala sekolah yang tidak mampu mengembangkan kemampuan sekolah dan anak didiknya akan berpengaruh pada pemberian insentif dan bantuan dana atau program dari pemerintah. " Kinerja yang buruk itu akan otomatis terkait dengan pembiayaan atau insentif lain seperti pemberian fasilitas laboratorium komputer, pelatihan di luar negeri, dan lain-lain. Kalau kepala sekolahnya canggih, guru pasti akan termotivasi dan tidak lagi malas," kata Fasli.



Sesuai fungsinya, kepala sekolah harus dapat memaksimalkan visi anak didik dan memanfaatkan berbagai peluang. Pasalnya, belajar bukan hanya untuk memperoleh ilmu pengetahuan saja tetapi mengajak anak didik untuk belajar menjalani kehidupan. Oleh karena itu selain sebagai manager, kepala sekolah juga harus menjadi wirausaha pendidikan yang akan memaksimalkan sumber daya yang ada dan mencari sumber-sumber pembiayaan operasional sekolah di luar uang pembayaran dari siswa.



Regulasi

Untuk meningkatkan kualitas kepala sekolah dan pengawas sekolah, Direktur Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Surya Dharma menyebutkan pada tahun 2010 akan ada penguatan kemampuan 30.000 kepala sekolah dan pengawas sekolah.



Saat ini terdapat 250.000 kepala sekolah dan 25.000 pengawas sekolah di seluruh Indonesia. Selama tahun 2009 hingga sebelum 100 hari program kerja mendiknas, terdapat lebih dari 19.000 kepala sekolah yang dilatih. "Harapannya, di tahun 2014 tidak ada kepala sekolah yang tidak kita kenal kompetensinya. Mereka harus memberdayakan dirinya terus menerus," kata Surya.



Upaya penguatan ini harus didukung regulasi yang mengatur tentang perekrutan dan seleksi kepala sekolah dan pengawas sekolah. Untuk itu, kini tengah dilakukan finalisasi revisi Permendiknas No 162 Tahun 2003 tentang penugasan guru seba gai kepala sekolah dan finalisasi rancangan Permendiknas tentang seleksi dan perekrutan pengawas sekolah.

MENYOAL DIKLAT

MENYOAL DIKLAT PRA SELEKSI DAN HASIL SELEKSI GURU BERPRESTASI


Oleh : Kusmoro

A. Diklat Pra Seleksi Guru Berprestasi
Ditahun 2008 ini seleksi guru berprestasi tingkat provinsi untuk wilayah Kalimantan Barat di adakan tanpa diwali pembekalan terhadap masing-masing peserta seleksi tersebut. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya sebelum seleksi setiap peserta pemilihan guru berprestasi tingkat provinsi dibekali terlebih dahulu berupa Diklat Guru Berprestasi dengan materi seputar kompetensi guru, wawasan kependidikan, pengembangan profesi, dan lain sebagainya yang muaranya untuk memperoleh hasil seleksi guru berprestasi yang siap berkompetisi di ajang selanjutnya yaitu di tingkat nasional
Namun demikian hasil dari seleksi guru berprestasi di tahun 2008 ini juga dengan harpan dapat diandalkan. Memang sedikit banyak pengaruh Diklat guru berprestasi mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemantapan kesiapan para guru tersebut ketika mengikuti seleksi tersebut. Sebab mereka hanya berbekal pada pengalaman-pengalaman selama ini sebagai guru di daerahnya. Ada beberapa pernyataan dari beberapa guru peserta seleksi guru berprestasi tahun 2008 mengungkapkan yang intinya adalah agar guru untuk mengikuti seleksi guru berprestasi lebih percaya diri dan apalagi untuk jenjang nasional selanjutnya maka sebaiknya perlu dibekali terlebih dahulu dalam bentuk Diklat Guru Berprestasi seperti di tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian para guru dalam mengkah kompetisi terasa mantap bahkan hasilnya akan jauh lebih baik.

B. Seleksi Guru Berprestasi

Sejalan isu mutu pendidikan Indonesia yang dikaitkan dengan masalah ekonomi pada saat ini belum begitu menggembirakan, maka sepantasnya pemerintah melalui Depdiknas selalu berupaya melakukan pembinaan peningkatan mutu pendidikan tersebut. Walaupun kenyataan hasil pendidikan Indonesia cukup mengejutkan di level dunia seperti ajang Olimpiade mata pelajaran yang mendapatkan mas. Keberhasilan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan peran guru selama ini. Dimana guru mempunyai peran yang begitu besar dalam membuat siswanya berprestasi. Salah satu pembinaan untuk mutu pendidikan itu adalah dengan kegiatan guru berprestasi. Guru berprestasi menurut Baedhowi (2008:3), adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, yang mencakup : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik tingkat daerah, nasional dan/atau internasional, dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai pencapaian prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurukuler. Oleh karena itu seorang guru untuk mendapat predikat guru berprestasi mestinya kiprah profesinya harus optimal.
Guru menurut Baedhowi (2008:1), adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru tidak hanya memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat. Disamping itu peran guru dimasyarakat sekarang masih mempunyai posisi yang di perhitungkan dalam setiap iven kegiatan kemasyarakatan.
Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran regional, nasional, maupun internasional. Oleh karena itu peran guru kedepan yang begitu berat maka diperlukan kedewasaan para guru untuk matang dengan profesinya atau profesional. Namun demikian keprofesionalan guru tidak akan bisa terwujud apabila predikat guru tanpa tanda jasa yang begitu lama dilekatkan menjadikan para guru hidupnya masih dalam tataran menengah kebawah. Sebab guru untuk profesional selain kamauan untuk berinovatif, kesabaran, dan iklas dalam pengabdian profesional perlu biaya mahal, terutama dalam hal yang muaranya adalah pengembangan mutu pendidikan.
Pemilihan guru berprestasi menurut Baedhowi (2008:1), dimaksudkan antara lain untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesional guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya pada era globalisasi ini. Oleh karena itu mestinya pemilihan guru berprestasi yang diadakan setiap satu tahun sekali dapat menjadi ajang benar-benar peningkatan kompetensi guru yang berujung pada mutu pendidikan tersebut. Jangan sampai ajang ini hanya sebagai seremonial saja untuk memajangkan perwakilan guru daerah kedepan presiden diistana negara sampai ke para wakil rakyat di DPR/MPR. Bahkan ajang ini jangan sampai hanya direspon oleh kalangan pendidikan saja, namun sebaiknya siapa saja yang memerlukan pendidikan baik lembaga/instani pemerintahan maupun suwasta harus memberikan dukungan terutama material.
Keberhasilan kiprah guru dalam mencerdaskan siswanya akan dinikmati oleh semuan komponen anak bangsa. Oleh karena itu prestasi kerja guru dapat terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan kompetetitif. Jika suatu lembaga pendidikan kinerja guru profesional maka lulusannya untuk melanjutkan aktivitas berikutnya tidak akan ada hambatan yang berarti. Lembaga semacam ini pasti mempunyai nilai jual yang tinggi bagi masyarakat.
Adapun yang menjadi peserta guru berpretasi pada tahun 2008 meliputi guru tingkat satuan pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA. Dengan kriteria pemilihan guru berprestasi tersebut meliputi :1. Guru unggul/mumpuni yang dilihat dari : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; 2. Guru yang menghasilkan karya kreatif atau inovatif, yang meliputi : inovasi dalam pembelajaran atau bimbingan, penemuan teknologi tepat guna bidang pendidikan, penulisan buku fiksi/non fiksi dibidang pendidikan atau sastra indonesia dan sastra daerah, penciptaan karya seni, dan karya atau prestasi di bidang olahraga; dan 3. Guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai pencapaian prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurukuler. Persyaratan tersebut sangat bagus dan mestinya dapat menjadi proyeksi potret guru Indonesia yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya dan cita-cita UUD’45. Oleh karena itu jangan sampai setiap kabupaten/kota mengirimkan wakil dari masing-masing tingkatan berdasarkan penunjukan bukan berdasarkan seleksi yang memenuhi kriteri seperti tersebut diatas. Jika hal ini terjadi kemungkinan besar untuk kompetisi di level berikutnya yang bersangkutan akan banyak kerikil yang mengganjal
Dampak dari guru yang telah menjadi guru berprestasi diantaranya : termotivasi meningkatkan kinerja, disiplin, dedikasi, dan loyalitas untuk kepentingan masa depan bangsa dan negara; meningkatnya harkat, martabat, citra, dan profesionalisme guru; menumbuhkan kreatifitas dan inovasi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran; terjalinnya interaksi antar peserta guru berprestasi untuk saling tukar pengalaman dalam mendidik siswa; dan terpupuknya rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui jalur pendidikan. Dampak tersebut secara substansi diharapkan dapat mendongkrak masalah mutu pendidikan kita sekarang masih ada, seperti masalah kebocoran soal UAN dan masalah joki. Lebih jauh lagi jika mutu pendidikan berhasil seperti yang diamanat oleh UUD’45 maka masalah pengikisan KKN yang terjadi di negara kita tercinta ini seperti yang diamanatkan oleh orde reformasi akan terwujud dengan baik. Jangan sampai dampak prestasi ini malahan terbalik seperti kondisi yang terjadi sekarang didaerah, yaitu adanya KKN gaya baru yang sulit dibuktikan.

TINJAUAN FILSAFAT

TINJAUAN FILSAFAT “ MODEL PAKEM DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SAINS DENGAN LINGKUNGAN BELAJAR SISWA
Oleh : Kusmoro


A. Pendahuluan

Salah satu kompensi guru adalah pengembangan profesi terutama dalam hal penulisan karya ilmiah. Berbicara karya ilmiah guru maka para guru peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru mestinya dapat membuat sikap ilmiah kearah penelitian ilmiah sesungguhnya maupun aktifitas menulis ilmiah seperti artikel ilmiah, penelitian ilmiah, maupun tulisan ilmiah polpuler.
Dalam tulisan ini akan terfokus pada masalah contoh bagaimana para guru peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru melakukan dalam mengkaji secara filsafati suatu judul penelitian dengan semestinya. Kupasan tinjauan filsafati suatu judul penelitian ini, para guru ini akan diajak menyelam mengupas menganalisis suaru judul penelitian baik dari segi ontologi, epistimologi, maupun aksiologinya. Oleh karena itu dengan tinjaun filsafati ini nantinya para guru tersebut ketika membuat suatu judul penelitian hingga kegiatan penelitian dan laporan penelitian tidak akan mendapatkan permasalahan yang berarti dan hasilnya seprti yang diharpkan dan bermanfaat dalam peningkatan mutu pendidikan
Selanjutnya contoh dalam pendahuluan peninjauan suatu judul penelitian adalah : Bermula dari pertanyaan dan ungkapan oleh Jujun S. Suriasumantri (2003: 19), yaitu “ Bagaimana caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar ? dan ketahuilah apa yang kau tahu serta ketahuilah apa yang kau tidak tahu “, maka dari itu menjadi motivasi untuk mengetahui tentang masalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa ”.
Di sisi lain dalam melakukan peninjauan tentang suatu masalah dalam filsafat oleh Jujun S. Suriasumantri (2003:20), harus bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Dengan landasan filsafat tersebut maka suatu persoalan dapat diungkapkan dari apa yang diketahui dan apa yang tidak dapat langsung diketahui. Apa yang sudah diketahui pada hakekatnya adalah data awal atau kondisi / fakta awal yang ada pada objek keberadaan masalah tersebut. Sedangkan yang tidak nampak pada hakikatnya adalah sesuatu yang menjadi bahan perenungan uantuk diketahui lebih jauh sehingga menjadi sesuatu yang diketahui dan hal ini sejalan dengan ungkapan Jujun S. Suriasumantri (2003:19), yaitu “ ketahuilah apa yang kau tidak tahu “
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembahasan Tinjauan Filsafat Tentang Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, akan dimulai dari fakta yang ada pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007 sebagai kondisi awal dan dilanjutkan dengan perlakuan yang diharapkan mampu mengungkap apa yang ingin diketahui.

B. Pembahasan

Dimulai dari pengertian filsafat menurut kalangan filosof dalam Asmal Bakhtiar (2004 : 5), adalah upaya spekulatif untuk menyajikan sesuatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realita. Dan pengertian filsafat yang laian menurut Jujun S. Suriasumantri (2003:19), yang intinya adalah penjelajahan pikiran dalam usaha merenungi dan lebih mengetahui terhadap sesuatu yang belum maupun yang sudah diketahui. Maka dapat dipertegas bahwa dalam memandang sesuatu secara filsafat selalu bersifat mendasar, menyeluruh, dan spekulatif tentang sesuatu yang dipandang atau di tinjau. Lebih lanjut pengertian filsafat ilmu menurut Herman J. Waluyo (2003:1), adalah pengkajian ilmu secara filosofis, yaitu secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya.
Dalam pembahasan ini yang akan ditinjau adalah Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007 dilihat dari aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya
1. Aspek Ontologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 60), pengertian dari ontologi adalah hakikat apa yang dikaji . Sedangkan pengertian ontologi menurut Herman J. Waluyo (2003: 14), adalah bagian dari filsafat ilmu yang menelaah hakekat dan pengertian dari ilmu. Dalam ontologi dibahas juga saling keterkaitan antara ilmu dan pengetahuan (yang lebih luas), antara ilmu yang satu dan yang lain, dan batas-batas atau keterbatasan dari setiap ilmu. Dengan demikian dapat dipertegas yang dimaksud ontologi adalah bagian dari filsafat ilmu yang mengkaji tentang hakikat dan saling keterkaitan apa yang dikaji.
Dalam Tinjauan Filsafat Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, berarti mengkaji hakikat dari fakta sekolah, hakikat dari model pembelajaran PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan cooperative learning, hakikat dari kompetensi sains, dan lingkungan belajarnya dan keterkaitannya
a. Hakikat Fakta SMPN 20 Kota Pontianak
Mutu sekolah masih rendah, yang terlihat dari nilai UAN SMPN 20 Kota Pontianak juga menunjukkan hal yang belum begitu menggembirakan dari tahun ke tahun. Dimana data nilai rata-rata UAN mata pelajaran sains SMP N 20 Kota Pontianak lima tahun terkhir (2001/2002 sd. 2005/2006) adalah 4,50; 4,46; 4,50; 5,38; dan 5,03
Guru sains (IPA) mengalami problema yang serius sejalan di berlakukanya dua kurikulum disekolah yaitu untuk kelas VII menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan kelas VIII - IX tetap menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dan kebanyakan guru sains di SMPN 20 Kota Pontianak mengajar dari kelas VII hingga kelas IX, maka hal ini cukup merepotkan guru dalam membuat administrasi ataupun persiapan mengajar, apalagi bagi guru yang mengajar di dua atau tiga jenjang kelas yang menggunakan dua jenis kurikulum yang berbeda
Para guru sains di SMP N. 20 Kota Pontianak menurut Kepala Sekolah (Purwanto) dan seorang guru sains (Yudi Herdiana), dalam hal pengembangan kurikulum dan penerapannya, pengembangan model, pendekatan, strategi, metode mengajar yang inovatif, kreatif, suasana kelas belajar demokratis, penanaman keberanian siswa beraktifitas dan kreatif dalam belajar, pemajangan hasil kerja/karya, pemberian penghargaan pada pada siswa, suasana belajar yang tidak tegang, dan penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan penerapan dalam pembelajaran masih perlu diperdayakan. Menurut beberapa siswa kelas VIII kegiatan belajar dikelas cenderung membosankan dan suasana kurang enak apalagi mata pelajaran sains jarang praktikum dan yang sering penjelasan dari guru lalu disuruh mengerjakan LKS dari penerbit. Kondisi kelas baik tapi kurang membuat suasana siswa dikelas merasa nyaman. Hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa cukup baik tapi kegiatan belajar kebanyakan terkadang agak menegangkan apalagi jika mengerjakan soal latihan tidak betul saat maju didepan kelas terasa menakutkan. (Rekaman observasi LPMP Kalbar pada sekolah binaan, 8 Mei 2006).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Depdiknas (2003, 5-6) adalah suatu realita sehari-hari, didalam suatu ruang kelas ketika sesi pembelajaran berlangsung , nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran guru belum memperdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkan secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang konstektual.

b. Hakikat Dari Model Pembelajaran PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning
1). Hakikat Model PAKEM
Model PAKEM menurut Indra Djati Sidi(2004:3), adalah model pembelajaran yang beranggapan belajar merupakan proses aktif membangun makna / pemahaman dari informasi dan pengalaman oleh si pembelajar. Setiap anak di lahirkan memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi. Pembelajaran memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi, serta memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap siswa dan sebagai keberlanjutan pembelajaran. Dalam pelaksanaan model PAKEM dicirikan : menggunakan berbagai metode, media, alat bantu, berisi berbagai kegiatan, sumber belajar, memperhatikan individu siswa, membuat anak tidak takut dan tidak menganggap siswa sebagai botol kosong (Indra Djati Sidi, 2004 : 5).
Sasaran dalam PAKEM adalah guru, siswa dan orang tua siswa / lingkungan. Dimana guru dalam mengajar dapat menciptakan kondisi ruangan, saat pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Siswa dapat terkondisikan oleh ciptaan / perencanaan guru bahkan sekolah yang efektif yang menjadikan siswa merasa aman, betah, senang, terlindungi, terlayani, tidak tertekan, merasa di manusiakan, yang intinya siswa dapat melakukan kegiatan di sekolah baik jam efektif maupun jam ekstrakurikuler dalam keadaan PAKEM. Di samping itu peran orang tua siswa dan lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembelajaran maka dalam hal ini orang tua siswa dan lingkungan terlibat menciptakan kondisi belajar siswa yang PAKEM tersebut.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model PAKEM dapat menggunakan suatu pendekatan ataupun berbagai metode pembelajaran seperti yang sudah disinggung diatas. Masing-masing pendekatan pembelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda, namun prinsipnya menjadikan siswa kompeten terhadap materi pokok yang dipelajari. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konstruktivisme dan cooperative learning. Dimana peran dari Model PAKEM dalam pembelajaran ini adalah menciptakan/membuat suasana pembelajaran di kelas yang menjadikan siswa aktif, kreatif, efektif dalam belajar, dan senang dalam belajar, baik dari segi perencanaan , pelaksanaan, maupun evaluasinya

2). Hakikat Pendekatan Konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld dalam Paul Suparno (2005:18-19), konstruktivisme adalah suatu pandangan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa adalah konstruksi (bentukan) siswa sendiri. Dalam hal ini di bentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya
Dalam implementasi pandangan konstruktivisme tersebut dalam penelitihan ini menggunakan model pembelajaran PAKEM dan pendekatan yang ke dua adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme menurut Bell, Driver & Leach dalam Hilda Karli & Margaretha SY (2003 : 2-3), adalah suatu pendekatan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (problem pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik-konflik kognitif ini hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri (self regulation). Dan pada akhir proses belajar, pengetahuan akan di bangun sendiri oleh siswa melalui pengalamannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Dan peran guru menurut Paul Suparno (2005 : 65-66), sebagai mediator dan fasilitasi yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

3). Hakikat Cooperative Learning
Berdasarkan pandangan konstruktivisme tersebut diatas maka implementasi dalam penelitihan ini menggunakan model PAKEM dan pendekatan yang ke dua adalah pendekatan cooperative learning. Menurut Slavin dalam Mey Suyanto(2006:5), pendekatan (metode) pembelajaran yang melibatkan secara aktif siswa dan menarik minat dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara membagi siswa dalam satu kelas menjadi kelompok-kelompok belajar yang jumlah anggotanya sedikit. Siswa akan lebih memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Oleh John Valzey (1987:134) mengatakan bagaimanapun sistem pengajaran kelompok (team) adalah menarik, karena sudah tentu, cara ini menyebabkan pelaksanaan prinsip fundamental pembagian kerja yang memungkinkan kerja antara siswa-siswa yang banyak berlainan. Dalam kerja kelompok menurut Dalton Plan dalam John Valzey (1987:134), siswa pada prinsipnya wajib bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri.
Pendekatan cooperative learning menurut Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18)merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dan tujuan pemebelajaran cooperative adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. pembelajaran sebagian besar berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dan oleh Johnson(1991) dalam Santoso.B (Pelangi Vol 1 N0.1 tahun 1998/1999: 6-7), esensi cooperative learning adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif (positive interdependence) yang menjadikan kerja kelompok berjalan optimal. Keadaan ini ini mendorong siswa dalam kelompoknya belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Oleh karena itu, siswa dalam kerja kelompok tidak menjadi “penumpang gelap”, “pasrah” kepada teman asal namanya tercantum sebagai anggota kelompok

c. Hakikat Kompetensi Sains
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, pendekatan yang di terapkan dalam menyajikan pembelajaran Sains oleh Indra Djati Sidi (2003:6) adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Fungsi mata pelajaran Sains di SMP adalah: (1). Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa, (2). Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah, (3). Mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang melek sains dan teknologi, (4). Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tujuan pembelajaran Sains di SMP adalah sebagai berikut: (1). Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. (2). Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan konsep sains serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. (3). Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah. (4). Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. (5). Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Di dalam masalah materi pokok zat dan energi (fisika) dalam pembelajarannya masih dominan aktivitas pada guru, sehingga timbul kesan fisika diajarkan dalam definisi-definisi atau pengertian-pengertian saja, bukan seperti yang di ungkapkan Jujun (2005 : 15) apa itu sains (fisika)?, bagaimana caranya mengkaji untuk mendapatkan fisika ? Dan apa manfaat atau kegunaan fisika itu dalam kehidupan sehari-hari ? Dengan demikian tidak timbul slogan sains sastra atau sejarah, dan sains gersang atau sains matematika. Hal tersebut yang menjadikan pembelajaran sains tidak menimbulkan kesan bermakna bahkan tidak menarik bagi siswa sehingga menjadikan kelas belajar tidak kondusif seperti diungkapkan oleh Megawati.R, Latifa.M, dan Dina. WF (2005:59-60) tentang ciri-ciri kelas yang kondusif.

d. Hakikat Lingkungan Belajar
Pengelolaan pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) di kelas perlu di ciptakan, sehingga suasana pembelajaran akan tercipta dan terkondisi yang kondusif dan oleh Depdiknas(2003:19), di sarankan meliputi : pengelolaan tempat belajar/ruang kelas, pengelolaan siswa, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan materi pelajaran, dan pengelolaan strategi dan evaluasi pembelajaran.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), menguraikan bahwa guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas yaitu dengan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, jam kehadiran, tugas awal masuk kelas, tata tertib kelas yang dibuat bersama dengan kelas, dan lain sebagainya. Dengan pengelolaan pembelajaran yang kondusif maka dalam proses pembelajaran siswa akan termotivasi dalam belajar. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri siswa.
Dalam lingkungan belajar yang di ciptakan sedemikian rupa sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif , efektif dalam pembelajaran, dan senang dalam belajar akan dilihat kontribusinya dalam kompetensi sains siswa. Dalam penelitian ini kontribusi lingkungan belajar tersebut akan dilihat dari persepsi siswa tentang lingkungan belajar tersebut, yang di kategorikan persepsi siswa yang menyatakan mendukung dan kurang mendeukung kompetensi sains siswa terhadap prestasi siswa

e. Keterkaitan antara a, b, c, dan d

Pada model PAKEM menurut Indra Djati Sidi(2004:3), yang intinya adalah model yang diterapkan dengan mengkondisikan atau suasana pembelajaran yang didukung oleh lingkungan belajar dimana guru dan setiap siswa memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap siswa dan sebagai keberlanjutan pembelajaran. Pada pendekatan konstruktivisme Bell, Driver & Leach dalam Hilda Karli & Margaretha SY (2003 : 2-3),yang intinya adalah suatu pendekatan tentang proses pembelajaran diawali dengan terjadinya konflik-konflik kognitif dan hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri (self regulation) siswa melalui pengalamannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa kompeten. Sedangkan pendekatan cooperative learning oleh Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18), yang intinya merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya kerjasama, dengan tujuan pembelajaran membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. pembelajaran sebagian besar berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas), yang pada akhirnya siswa mampu.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), yang intinya menegaskan bahwa guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas adalah untuk menjadikan siswa belajar dengan suasana aktif, kreatif, belajar yang efektif, dan belajar dengan senang tanpa tekanan yang mendukung model, pendekatan , dan metode yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dimana peran guru dalam hal ini menurut Paul Suparno (2005: 65-66), sebagai mediator dan fasilitasi yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik
Keterkaitan antar variabel yang telah diuraikan diatas ditunjukan dalam bentuk rumusan sebagai berikut :
1. Pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme terhadap kompetensi belajar sains siswa
2. Pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan cooperative learning terhadap kompetensi belajar sains siswa
3. Keterkaitan antara lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa
4. Interaksi antara penggunaan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan coopretive learning dengan lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa

2. Aspek Epistemologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 100), pengertian epistemologi adalah cara mendapatkan pengetahuan yang benar. Terkait dengan penelitian yang sedang dibahas yaitu termasuk penelitian kuantitatif maka menurut Herman J. Waluyo (2003: 29), untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dengan digunakan metode keilmuan, sarana berpikir keilmuan dan statistik sebagai sarana ilmu-ilmu kuantitatif. Metode keilmuan adalah suatu proses mendapatkan ilmu yang pada prinsipnya menggunakan langkah-langkah deduktif dan induktif.
Dalam mendapatkan ilmu di penelitian ini digunakan proses berfikir deduktif, yaitu dalam menurunkan hipotesis penelitian yang didasrkan pada teori-teori tentang variabel-variabel yang dibahas. Sedangkan proses berfikir induktif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini, yaitu menggunakan data impiris dari sampel penelitian dengan uji statistik ANAVA dua jalan untuk menggeneralisasi keberlakuan hipotesis dalam populasi. Jika dalam populasi ternyata hipotesis yang diturunkan secara deduktif diterima/ditolak secara signifikan ini berarati diperoleh sebuah teori tentang hubungan antara veriabel-variabel penelitihan ini.

3. Aspek Aksiologi
Pengertian aksiologi ilmu menurut Herman J. Waluyo (2003: 68), adalah bagian filsafat ilmu yang membicaqrakan tentang nilai keguanaan dari ilmu yang sebenarnya, secara umum memiliki kesamaan dengan nilai keguanaan dari cabang manusia yang lain, yaitu untuk kemaslahatan atau kebaikan manusia dan kemanusiaan, untuk meningkatakan martabat manusia, untuk memajukan peradaban manusia tanpa mengabaikan nilai-nilai keluhurannya. Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 227), aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu. Dengan demikaian yang dimaksud aksiologi dari penelitian Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/200, adalah nilai kegunaan/manfaat dari penelitian tersebut
Adapun kegunaan/manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
Manfaat Teoritis :
a. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan coopretive learning terhadap kompetensi belajar sains siswa
b. Untuk mengetahui pengaruh antara lingkungan belajar yang memotivasi belajar tinggi dan rendah terhadap kompetensi belajar sains siswa.
c. Untuk melihat dan menganalisis interaksi antara penggunaan model PAKEM dengan pendekatan kontruktivisme dan cooperative learning dengan lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa.
Manfaat praktis :
d. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan kompetensi siswa dalam pembelajaran (mutu pendidikan)
e. Memberikan gambaran implementasi model PAKEM dengan pendekatan tertentu dalam pembelajaran
f. Memotivasi para guru sains khususnya dan guru-guru yang lain pada umumnya untuk melakukan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran terutama dalam pengembangan dan implementasi model pembelajaran sesuai dengan karakteristik KD / materi pokok / materi ajar yang hendak diajarkan dan juga karakteristik siswanya.
g. Memberikan masukan bagi para guru sains pada khususnya dan para guru yang lain pada umumnya dalam memilih metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan kondisi yang ada.
h. Memberikan wacana / pemikiran bagi para guru sains pada khususnya dan dan pada umumnya para guru yang lain untuk menciptakan suasana pembelajaran di kelas siswa dapat merasa tidak tertekan, kondisi demokratis, senang, dan dapat aktif, kreatif, serta pembelajaran berjalan dengan efektif sesuai dengan tuntutan kurikulum yang diberlakukan yaitu KBK ataupun KTSP.
i. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru sains tentang penelitihan model, pendekatan, dan lingkungan belajar yang digunakan dalam pembelajaran sains di SMP

C. Penutup

Kesimpulan dari Tinjauan Filsafat Tentang Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, akan dimulai dari fakta yang ada pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Secara ontologi , fakta menunjukan bahwa kondisi dari variabel-variabel bebas itu lemah
2. Secara epistemologi, dalam mendapatkan ilmu di penelitian ini digunakan proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif untuk menurunkan hipotesis penelitian. Sedangkan proses berfikir induktif untuk menarik kesimpulan penelitian berdasarkan data impiris.
3. Secara aksiologi, tinjauan kebermanfaatan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis untuk melihat pengaruh dan interaksi antar varibel dalam penelitian ini. Sedangkan secara praktis untuk memberi sumbangan pemikiran pada praktisi pendidik , para peneliti pendidikan, dan para pengambil kebijakan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Asmal Bakhtiar (2004), Filsafat Ilmu. Jakarta : Devisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada.
Hilda Karli dan Margaretha S.Y (2002), Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Bina Media Informasi
Herman J. Waluyo (2003), Pengantar Filsafat Ilmu. Salatiga : Widya sari Press
Indra Djati Sidi (2003), Ketentuan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta Dikdasmen
________ (2003), Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif. Jakarta : PLP
________ (2004), Pedoman Pembuatan Laporan Hasil Belajar. Jakarta : Dikdasmen- PLP
________ (2005), Paket Pelatihan Awal Untuk Sekolah Dan Masyarakat (Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Dikdasmen
Ismail (2003), Model-model Pembelajaran. Jakarta : PLP
John Valzey (1987), Pendidikan di Dunia Modern. Jakarta : Gunung Agung
M. Sobary Sutikno (2003), Model Pembelajaran Interaksi Sosial Pembelajaran Efektif dan Retorika. Mataram : Nusa Tenggara Pratama Press
Melvin L. Silberman (1996), Active Leaning 101 Strategies to Teach Any Subject. Boston : Allyn and Bacon
____________ (1996), Active Leaning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Terjemahan Raisul Muttaqien (2006). Bandung : Nusa Media
Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Megawati.R, Latifa.M, dan Dina.WF (2005), Pendidikan Holistik. Jakarta: Indonesia Heritage Faundation
Paul Suparno (2006), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
___________ (2005) , Guru Demokratis Di Era Reformasi. Jakarta : Grasindo
Paul Suparno, dkk (2006), Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Santoso.B ( Pelangi Vol 1 N0.1 tahun 1998/1999), Efektifitaf Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Jagsaw Pada Pembelajaran Sains. Jakarta : Pelangi
Thomas M. Duffy, et.al (editor).1991, Designing Environments For Constructive Learning. New York: Springer-Verlag
Ujang Sukandi ( 2003), HO.Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Belajar Aktif. Jakarta : Puskur
Diposkan oleh KUSMORO di 00:18
Label: Karya Penelitian Ilmiah

TEKNIK PRESENTASI

TEKNIK PRESENTASI SEBAGAI INSTRUKTUR KKG/MGMP/K3S/MKKS/KKPS/MKPS


Oleh : Kusmoro, M.Pd

A. PENDAHULUAN

Pada kegiatan fasilitasi pendidikan dilapangan diperlukan suatu penanganan semestinya. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi dari Lembanga Penjaminan Mutu Pendidikan(LPMP) Kalimantan Barat dalam hal mutu pendidikan adalah memfasilitasi kegiatan jaminan mutu pendidikan di wilayah Kalimantan Barat. Maka salah satu kiprah LPMP dalam hal fasilitasi jaminan mutu pendidikan di wilayah Kalimanatan Barat ini mengadakan ToT bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah
Kegiatan ToT baik untuk Kelompok Kerja Guru(KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran(MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah(K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah(MKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah(MKPS) yang merupakan salah satu kegiatan fasilitasi jaminan mutu pendidikan diperlukan pemberdayaan pseserta masing-masing kegiatan tersebut. Peserta ToT tersebut yang merupakan ujung tombak dalam fasilitasi mutu pendidikan di lapangan atau di daerah perlu dibekali materi-materi untuk fasilitasi terhadap baik guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah yang salah satunya adalah teknik presentasi.
Peserta ToT dalam penyampaian materi fasilitasi mutu pendidikan baik terhadap guru, kepala sekolah, maupun pengawas sekolah harus kompeten. Oleh karena itu perlu dibekali teknik presentasi yang semestinya. Dengan harapan dalam melakukan fasilitasi di daerah akan mencapai kompetensi yang semestinya dalam mutu pendidikan. Sehingga masalah mutu pendidikan akan dapat teratasi sebagai mana mestinya.

B. STRATEGI DAN TEKNIK KOMUNIKASI DALAM PRESENTASI

Banyak eksekutif, konsultan, dosen, peneliti, instruktur, penyuluh, dan profesi lainnya takut gagal berbicara di depan rekan-rekan, kolega, pelanggan, staf, dan kelompok penting lainnya. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 10.000 orang manajer, 32% menyatakan bahwa berbicara di depan orang banyak sebagai hal yang menakutkan (Walters, 1989 dalam Macnamara, 1996). Lebih ekstrim lagi, dalam buku tersebut disampakan bahwa ketakutan berbicara melebihi ketakutan menghadapi kesulitan keuangan, kelebihan bobot badan, dan kematian. Dengan kata lain, sepertiga orang dalam studi tersebut menyatakan "lebih baik mati daripada harus berpidato " (The Book of List dalam Walter, 1989 dalam Macnamara, 1996).
Sebaliknya, sukses suatu presentasi tidak terletak pada penguasaan subyek pengetahuan saja, tetapi kemampuan berbicara efektif, menjadi penting untuk dipelajari dan dilatih. Niki Flacks mantan artis, kreator terkenal dan pembicara pada Power Talk terkenal di Australia mengatakan "berbicara di depan umum adalah performing", karena bukan terletak pada aktivitas alami yang diperoleh sejak lahir, tetapi penekanan pada keterampilan komunikasi lebih dominan, dimana dibutuhkan pelatihan. Guru besar komunikasi dan hubungan industri terkenal dari Macquarie University di Sydney mengatakan bahwa dewasa ini seorang manajer belum bisa dikatakan baik tanpa memiliki keterampilan berkomunikasi (Macnamara, 1996). Sebuah studi yang dilakukan APM Training Institute di Australia menemukan bahwa 80,7% menyatakan ada tiga keterampilan komunikasi yang paling diinginkan eksekutif pemasaran; keterampilan presentasi adalah yang paling diinginkan (Morphew, 1994). Oleh kerna itu pada pembahasan berikut akan dikaji seputar tentang moderator dan presentasi.
1. MODERATOR
Keberhasilan presentasi sangat tergantung kepada dua orang yang berperan di dalamnya, yaitu moderator dan pembicara (pemrasaran). Bahkan seringkali suatu presentasi menjadi gagal karena moderator tidak dapat menjalan tugas dan fungsinya dengan baik. Dapat anda bayangkan, bagaimana jadinya sebuah presentasi dan diskusi berlangsung tanpa ada seorang moderator.
Moderator adalah penjual ide atau gagasan yang akan disampaikan pembicara, di samping pengatur tempo presentasi dan diskusi, pembuat keputusan dan kesimpulan yang harus dijalankan dengan penuh kebijakan, adil dan memuaskan semua pihak. Kemampuan menggugah perhatian hadirin serta membangkitkan semangat untuk menggali berbagai potensi dan permasalahan yang dibicarakan, menjadi tugas moderator. Salah satu tugas utama moderator adalah memperkenalkan pembicara. Bagian ini merupakan yang paling menentukan langkah sukses suatu presentasi. Oleh karena itu, moderator harus bertindak sebagai seorang penjual yang menawarkan suatu produk. Pasarkan ide, gagasan, dan pembicara agar hadirin memberikan perhatian pada apa dan siapa pembicara dan apa kepentingan topik tersebut bagi hadirin. TIS (topic, importance, speaker) adalah tiga urutan kata kunci utama yang dapat digunakan sebagai formula untuk memperkenalkan pembicara.
Moderator perlu mampu menjual gagasan pembicara, mengatur dan mengarahkan diskusi terfokus dengan bijaksana dan berwibawa, serta membuat kesimpulan. Ada delapan langkah strategi meraih presentasi sukses disamping penguasaan subyek. Semua tanggapan dan pertanyaan hadirin merupakan masukan berharga yang perlu ditanggapi secara positif.
2. PRESENTASI
a. Mempersiapkan Presentasi
Presentasi ibarat gunung es yang nampak indah di atas permukaan laut. Namun keindahan tersebut akan hilang, manakala 90% bagian gunung es yang ada dibawah permukaan laut tersebut tenggelam. Dengan demikian 90% bagian dari presentasi adalah persiapan, sisanya penyajian dan diskusi. Sekalipun anda menguasai subyek dan mampu berbicara penuh wibawa, persiapan cermat tetap diperlukan untuk dua alasan penting: (1) Menemukan informasi lebih lanjut tentang subyek untuk disarikan bagi hadirin. Pilihlah informasi yang menonjol. Jika tidak memiliki cukup informasi, sebaiknya tidak memberikan presentasi; (2) Memasarkan gagasan kepada hadirin serta memperoleh dan mempertahankan perhatian hadirin.
Abraham Lincoln pernah mengatakan: "jika memiliki delapan jam untuk merobohkan pohon, saya akan menghabiskan enam jam untuk mengasah kapak (Walters, 1989 dalam Macnamara, 1999). Keuntungan utama dari persiapan yang cermat adalah efisiensi waktu presentasi serta mengurangi kegugupan dan demam panggung. Lincoln, mengisyaratkan bahwa untuk suatu presentasi, 90% waktu perlu digunakan untuk persiapan. Langkah-langkah persiapan itu menurut Maksum (2007:5), adalah: (1) analisis sasaran, (2) survei lokasi, (3) kerangka & struktur, (4) penelitian & penerapan, (5) penulisan, (6) visualisasi & media, (7) latihan, dan (8) penyampaian/ penyajian. Namun, kedelapan tahap tersebut tidak berarti jika pembicara tidak menguasai subyek dan pengetahuan penunjang lainnya. Sedangkan menurut Limited, KP(2001:1), agar presentasi yang disajikan berhasil maka harus menempul langkah-langkah sebagai berikut : (1) menentukan sasaran yang ingin dicapai; (2) memecah keseluruhan sasaran yang menjadi sebuah daftar sasaran yang dapat dicapai; (3) mengenal jenis audiens yang akan melihat dan mendengar presentasi; (4) menentukan pendekatan yang akan digunakan agar sasaran diterima audiens. Dengan demikian secara garis besar langkah dari persiapan presentasi adalah : (1) analisis dan penentuan sasaran yang ingin dicapai; (2) menentapkan kerangka struktur sasaran presentasi; (3) mengenal karakteristik audiens presentasi; (4) menetapkan pendekatan, media dan penulisan bahan presentasi yang akan digunakan; (5) membuat satuan acara pembelajaran (SAP), latihan, dan refleksi dengan perbaikan
Presentasi harus mempunyai tujuan jelas. Menurut Dunckel & Parnham (1995), jika anda membawakan presentasi karena diminta atasan, anda hanya akan membuang waktu; lebih baik anda tidak melakukannya. Jujurlah kepada diri sendiri mengenai sikap anda terhadap gagasan yang dibicarakan, kesempatan, atau subyek presentasi itu. Sikap negatif akan berpengaruh terhadap seluruh aspek organisasi, latihan, dan penyampaian, dan tentunya akan mengakibatkan tanggapan negatif dari hadirin.
Dengan demikian presentasi sebagai alat komunikasi tangguh dalam usaha untuk menyampaikan konsep teknis kerja, laporan atau keterangan mengenai apa saja yang merupakan tanggung jawab seseorang, baik itu merupakan kebijakan mutu pendidikan, barang ataupun jasa. Presentasi juga dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan, karena dari cara seseorang memberikan presentasi dapat dinilai seberapa jauh ia menguasai bidang yang dikelola. Namun menurut Limited, KP(2001:10), sebelum perencanaan presentasi menjadi final maka presenter harus memperhitungkan tipe serta komposisi audiens yang kelak dihadapi meliputi : audiens yang berbeda-berbeda, suasana hati dan sikap keterbukaan, dan hubungan sosial.

b. Menyampaikan Presentasi
Banyak pembicara yakin bahwa hadirin akan, atau bahkan harus, menyimak. Seorang pimpinan dapat memaksa bawahannya untuk menyampaikan presentasi, tetapi ia tidak dapat memaksa hadirin menyimak presentasi stafnya. Tiba waktunya presentasi. Saat itu perasaan anda berkecamuk, perut terasa tidak enak, telapak tangan sedikit berkeringat, dan anda baru dapat tidur menjelang pagi karena terus berfikir apa yang harus dikatakan dan dilakukan esok. Pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana mengatasi kegugupan menjelang presentasi. Persiapan matang merupakan cara paling awal mengatasi kegugupan.
Dalam penyajian, sampaikan materi secara sistematis dan berurutan, hubungan kausal, argumentasi, teori-teori pendukung, akurasi data, pengujian yang dilakukan, relevansi metodologi yang digunakan, hasil yang diperoleh, serta manfaatnya. Agar penyajian sistematis dan berurutan: (1) tuliskan kata-kata kuncinya secara berurutan; (2) manfaatkan alat bantu untuk menyampaikan materi secara visual; (3) pelihara komunikasi tatap muka selama penyajian; (4) berikan penjelasan yang jujur pada setiap penanya dan terimalah saran serta kritik; (5) cermati busana dan penampilan anda, karena perhatian pertama hadirin diberikan pada penampilan anda.
Menurut Carnegie (1985) hal-hal yang perlu dilakukan dalam suatu penyajian adalah: (1) buat catatan ringkas dari bagian-bagian yang akan disampaikan, (2) jangan menulis sesuatu di luar penyajian, (3) jangan menghafal kata demi kata, (4) sampaikan informasi dalam bentuk ilustrasi atau contoh, (5) kuasai pengetahuan secara luas, (6) jangan cemas waktu penyajian, dan (7) jangan meniru gaya orang lain, jadilah diri sendiri. Ketepatan waktu penyajian merupakan hal penting. Persiapan yang baik termasuk merancang waktu penyajian secara tepat. Ketepatan waktu tentu harus proporsional untuk pengantar, isi pembicaraan, kesimpulan, dan saran.
Saat presentasi seorang instruktur atau presenter menurut Limited, KP(2001:3), harus dapat membangun suasana kelas, profesionalisme, antusias, bersikap toleran, wajar tanpa merendahkan dan bersikap asertif agar audiens dalam mengikuti paparan presentasi dapat berkosentrasi dengan rileks dalam memompa menyerap esensi dari presentasi. Membangun suasana dengan maksud kelas terkendali dalam suasana stabil gembira. Profesionalisme berarti memberi perhatian besar pada fakta, persiapan, serta rencana pelaksanaan presentasi terutama dalam penguasaan pokok permasalahan dan peka terhadap karakter audiens. Bersikap toleran berarti bersikap menghargai, menghormati, dan menerima dengan senang tentang eksistensi keterbatasan pengalaman dan pengetahuan audiens dengan menerima sebagai tantangan. Bersikap asertif (tegas) berarti bersikap ditengah-tengah diantara titik ujung pasif dan titik ujung agresif dari perilaku manusia dalam hubungan antar pribadi yang dapat diletakan pada sebuah skala tak terputus dari kedua titik ujung tersebut. Kegunaan perilaku asertif adalah memanfaatkan metode-metode kominikasi yang memungkinkan presenter untuk mempertahankan harga diri, membela hak-hak dan ruang pribadi presenter, dan tidak mendominasi anggota-anggota audiens.
Ada sejumlah strategi yang dapat presenter (instruktur) pakai agar presentasi membuahkan hasil yang baik. Oleh karena itu menurut Limited, KP(2001:23-38), pelu mempertimbangkan dengan matang dalam hal : menetukan pendekatan, pengaturan waktu, memberi struktur pada komentar, kalimat pembuka yang efektif, bahasa dan gaya, pilihan kata dan kalimat untuk acara formal, menggunakan berbagai istilah teknis dengan hati-hati, menghindari logat khusus (termasuk akronim. dan pengulangan kata), ringkas dan jelas, dan presenter peka terhadap audiens.
Dalam menentukan pendekatan perlu memperhatikan sejumlah aturan yang dapat berlaku umum yang ditegaskan oleh Limited, KP(2001:22), yaitu : (1). Bersikap tulus dan wajar artinya jangan bersikap orang lain dan berbicara berdasarkan pengalaman pribadi, (2). Bersikap antusias, (3). Bersikap menyenangkan dan bersahabat, dan (4). Menggunakan humor pada tempatnya

c. Meyakinkan Audiens Dengan Penampilan
Kesan pertama - Dalam teori human relations, komunikasi harus diarahkan bukan pada pribadi orang yang diajak bicara, tetapi pada faktor-faktor kejiwaannya, seperti watak, sifat, perangai, kepribadian, sikap, dan tingkah laku. Sukses penyaji tergantung pada sikap hadirin, sikap dan tindakan hadirin tersebut tergantung dari sikap penyaji. Kesan pertama sangat menentukan sikap hadirin selanjutnya. Jika pembicara memberikan kesan pertama yang positif, maka sikap hadirin akan positif dan menyenangkan. Tujuh Detik Pertama – Menurut teori public speaking, keberhasilan seseorang berpidato atau presentasi ditentukan oleh tujuh detik pertama dia tampil di atas mimbar. Orang cuma membutuhkan tujuh detik untuk melihat apakah anda cukup berharga untuk didengar atau tidak (Green, 1998).
Rute 350 - Christina Stuart, Direktur utama Speak Easy Training Ltd. Di Inggeris yang telah melatih ratusan pembicara profesional, mengatakan bahwa pembicara harus mendengarkan dan mengendalikan perhatian hadirin dan secara teratur menghimpun orang berpikiran ke sana ke mari yang berhenti pada Rute 350. Temuan riset psikologi komunikasi memperlihatkan bahwa manusia dapat mendengarkan dan menyerap informasi sekitar 500 kata per menit. Tetapi rata-rata orang dapat menerima dan mengulang berbicara secara jelas hanya sekitar 150 kata per menit. Perbedaan kapasitas mental untuk memproses 350 kata per menit - disalurkan ke pikiran lain. Oleh karena itu harus dimanfaatkan oleh pembicara (Stuart, 1988 dalam Macnamara, 1996).
AIDDA - Hadirin hanya akan mendengarkan pembicara, apabila ada perhatian (attention) karena penampilan, sikap, dan perilaku pembicara yang menumbuhkan minat (interest) dan rangsangan (desire), sehingga hadirin berani mengambil keputusan (decision) untuk bertindak (action) dengan memperhatikan, mendengarkan, bertanya, memberikan tanggapan, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, hadirin berusaha mengadopsi, mencoba, dan menerapkannya.

d. Memanfaatkan Diskusi Sebaik Mungkin
Pembicara hendaknya memandang tanggapan, saran, maupun pertanyaan secara positif. Banyak pembicara pemula beranggapan bahwa forum tanyajawab merupakan forum pembantaian, bahkan seringkali khawatir dan takut diserang, dikritik, diuji, bahkan dijatuhkan. Mungkin saja ada hadirin yang memang ingin pamer kepandaian; namun pembicara harus tetap bersikap tenang dan berfikir positif bahwa semua pertanyaan dalam forum itu merupakan masukan berharga. Apabila yang dikemukakan hadirin memang mengandung kebenaran, terimalah itu dengan jujur sebagai kebenaran. Tetapi apabila pernyataan hadirin bertolak belakang, sampaikan penjelasan-penjelasan secara bijaksana dengan argumentasi yang dapat diterima.
Moderator perlu mampu menjual gagasan pembicara, mengatur dan mengarahkan diskusi terfokus dengan bijaksana dan berwibawa, serta membuat kesimpulan. Ada delapan langkah strategi meraih presentasi sukses disamping penguasaan subyek. Semua tanggapan dan pertanyaan hadirin merupakan masukan berharga yang perlu ditanggapi secara positif.

e. Berbagi Pengalaman ‘Teknik Presentasi’
Arry Akhmad Arman (2008:1), memberikan tips teknik presentasi seperti : “bagaimana cara menjawab pertanyaan yang kita tidak tahu jawabannya” dan “bagaimana cara beradu pendapat dengan penguji”, dan sebagainya. Secara umum, ada sejumlah prinsip yang perlu kita perhatikan, yaitu (1) Jangan mengandalkan teks lengkap, sajikan dalam bentuk pointer!, (2) Pelajari siapa audience, (3) Periksa ruangan dan perangkat pendukung presentasi sebelum mulai, (4) Jangan bicarakan sesuatu yang mereka sudah ketahui atau tidak ingin mereka dengar, (5) Jangan membiarkan audience jenuh. Kejenuhan dapat dihindari dengan selingan dialog dan humor, tapi jangan berlebihan, (6) Jangan merendahkan diri dengan mengatakan “maaf saya sebenarnya tidak siap …”, atau “saya baru belajar …..” , (7) Jika perlu, latihan dulu. Mintalah orang dekat anda untuk memberikan umpan balik, (8) Berpakaian yang rapi dan cerah !, (9) Jangan bicara seperti anda sedang ngobrol dengan seseorang, dan (10) Bersikap yang mengundang simpati dan kagum karena pengetahuan anda!

C. KIAT MEMBUAT DAN MENYAJIKAN PRESENTASI YANG BAGUS DAN MENARIK
1. Membuat dan Menyajikan Presentasi Yang Bagus dan Menarik
Untuk membuat dan menyajikan presentasi yang bagus dan menarik, dalam http://www2.telkom.net Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e2s6e Mrvaerdch, 2008, 09:23(26 Maret 2008), adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan aplikasi pembuatan presentasi
Dewasa ini, aplikasi pembuatan presentasi terbagi dalam beberapa kategori. Perbedaan utama yang dimiliki masingmasing jenis aplikasi umumnya terletak pada output file yang dihasilkan dan media penyajian presentasi yang diakomodasi oleh aplikasi terkait. Kategori jenis, output file, dan media penyajian presentasi antara lain meliputi :
1). Aplikasi Office
Penggunaan aplikasi office disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi secara cepat dan praktis, dengan materi presentasi yang singkat dan ringkas. Integritas aplikasi office memungkinkan penyajian grafik, tabel, dan data dapat dilakukan secara mudah. Fleksibilitas penyajian output file sangat tinggi, mengingat secara umum setiap komputer memiliki aplikasi office di dalamnya. Microsoft Power Point merupakan contoh aplikasi yang sangat lazim digunakan untuk kebutuhan ini.
2). Aplikasi Multimedia
Penggunaan aplikasi multimedia disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi yang interaktif, otomatis, dan berdaya tarik. Penggunaan efek, animasi, objek grafis, serta materi audio dan video menjadi lebih optimal jika dirangkai melalui aplikasi jenis ini. Flesibilitas penyajian output presentasi sedikit terbatas. Umumnya output file yang dihasilkan memerlukan aplikasi bantu tertentu untuk menunjang penyajiannya. Hal ini dapat diatasi penyaji dengan selalu menyiapkan source player multimedia pada kemasan modul presentasinya. Macromedia Flash, merupakan contoh aplikasi yang lazim digunakan untuk kebutuhan ini.
3). Aplikasi Dokumentasi
Penggunaan aplikasi dokumentasi disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi dengan materi detail dan komprehensif. Aplikasi jenis ini mampu mempertahankan konsistensi presisi tampilan dan menyediakan fasilitas proteksi pada content dokumen. Fleksibilitas penyajian output file sangat tinggi, bahkan bersifat multi platform (dapat diakses dari berbagai sistem operasi). Selain itu, output file dapat dipertukarkan dan disajikan secara aman melalui beberapa metode (misalnya via internet). Tool PDF Maker seperti Adobe Acrobat, atau HTML Editor seperti Microsoft FrontPage merupakan beberapa alternatif aplikasi yang dapat Anda gunakan. Berdasarkan output dan media presentasi yang didukung oleh jenis aplikasi presentasi di atas, Anda dapat memperkirakan aplikasi mana yang paling sesuai dengan kebutuhan pembuatan dokumen presentasi Anda.

b. Perencanaan materi presentasi
Dalam perencanaan materi presentasi dokumen presentasi merupakan hal paling mendasar yang perlu Anda persiapkan. Beberapa di antaranya adalah :
1). Tentukan Tema dan Tujuan secara Spesifik
Meskipun Anda dimungkinkan menyusun satu dokumen presentasi dengan kandungan yang sangat komprehensif untuk berbagai keperluan, namun hal ini tidak disarankan. Pastikan Anda memiliki dokumen presentasi tersendiri dengan tema, tujuan dan misi, serta target audience penyajian presentasi yang spesifik.
2). Susun Kerangka Materi Presentasi
Ibarat merencanakan sebuah karya tulis yang dituangkan dalam sebuah kerangka karangan, maka presentasi yang baik juga harus memiliki kerangka materi yang dituangkan dalam poin-poin presentasi. Susun poin-poin utama presentasi, estimasikan jumlah dan koherensi slide-slide Anda, temasuk pertimbangan perlunya referensi-referensi pendukung.
3). Kumpulkan Materi Utama dan Pendukung
Pengumpulan materi dapat Anda persiapkan dari awal. Anda dapat mulai merangkum sumber-sumber materi yang akan Anda tuangkan. Pilih koleksi file gambar, audio, atau video sebagai objek pendukung. Siapkan tabel, grafik, dan data pendukung jika diperlukan.
4). Tentukan Aplikasi Pembuat Presentasi yang Tepat
Berdasarkan perencanaan, kerangka, dan kumpulan materi yang telah Anda siapkan di awal, maka Anda dapat memilih aplikasi pembuat presentasi yang tepat bagi penuangan materi presentasi Anda. Baca kembali tip pada bagian awal untuk memastikannya.
5). Manfaatkan Aplikasi Penunjang
Inovasi di bidang perangkat lunak dewasa ini sangat beragam. Anda dapat memanfaatkan aplikasi tertentu untuk keperluan tertentu. Pada dasarnya, output akhir yang Anda persiapkan melalui aplikasi penunjang selalu dapat Anda integrasikan ke dalam slide presentasi. Di samping memanfaatkan aplikasi penunjang bagi penyusunan materi, Anda sebaiknya juga melengkapi diri dengan berbagai aplikasi bantu bagi penyajian presentasi.
6). Tentukan Output Sesuai dengan Kebutuhan
Tentukan output akhir presentasi Anda berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah diulas di bagian awal. Jika memungkinkan, pilih output akhir yang paling fleksibel, sehingga Anda mudah menyajikan, mengekspor, atau mengonversikan formatnya ke dalam output lainnya jika diperlukan.

c. Penguasaan aspek teknis
Selain menguasai aspek pembuatan sebuah dokumen presentasi melalui aplikasi tertentu, akan lebih ideal jika Anda juga memahami berbagai hal berkaitan dengan aspek teknis seputar penyajian presentasi. Beberapa di antaranya adalah tentang perangkat-perangkat yang diperlukan dalam menyajikan sebuah presentasi, perangkat pendukung yang dapat Anda pilih, serta teknik-teknik penggunaannya. Beberapa hal yang sebaiknya Anda pahami atara lain :
1). Pemilihan Perangkat Komputer
Peran komputer penyaji sangat dominan bagi kelancaran sebuah sesi presentasi. Pertimbangan pemilihan perangkat komputer antara lain mengenai spesifikasi teknis komputer, jenis atau tipe komputer, kelengkapan perangkat teknologi yang terpasang, serta sistem operasi dan aplikasi penunjang yang ada di dalamnya.
2). Pemilihan Media Simpan
Media simpan tidak hanya terbatas pada harddisk yang ada di dalam PC Anda. Pertimbangkan segi portabilitas, flesibilitas, dan mobilitas media simpan bagi dokumen presentasi Anda. Pertimbangkan pemakaian keping optical disk, USB Flash Memory, atau bahkan server jaringan atau hosting internet.
3). Pemilihan Perangkat Display
Perangkat display presentasi tidak hanya terbatas pada OHP. Pertimbangkan penggunaan LCD Projector, DLP Projector, atau Dual / Multi Monitor untuk berpresentasi. Tentukan juga jenis screen yang paling sesuai dengan
kebutuhan Anda.
4). Pemilihan Perangkat Pendukung
Sound system yang memadai adalah syarat mutlak bagi penyajian presentasi. Tentukan jenis perangkat sound system yang fleksibel namun berkemampuan optimal. Pertimbangkan juga pemakaian laser pointer untuk mendampingi sesi presentasi Anda. Sediakan camera pada ruang presentasi untuk keperluan dokumentasi Anda, terlebih jika Anda ingin mendistribusikan kembali moment-moment presentasi yang cukup penting untuk kolega Anda.

d. Teknik penyajian presentasi
Sebagus apapun materi presentasi Anda, selengkap apapun perangkat presentasi yang tersedia, semua akan sia-sia jika teknik penyajian presentasi Anda tidak menarik. Beberapa tip yang kami berikan antara lain :
1). Kuasai Teknik-teknik Penyajian Presentasi
Temukan teknik-teknik tertentu, seperti bagaimana menyajkan presentasi melalui beberapa monitor, bagaimana menyembunyikan sajian slide secara temporer untuk mengalihkan perhatian audience dari screen ke pembicaraan Anda, termasuk bagaimana mengemas slide presentasi agar dapat berjalan secara otomatis atau dapat diakses via internet.
2). Simulasikan Presentasi Anda Sesering Mungkin
Jika perlu, gunakan fasilitas Timer yang tersedia pada aplikasi penyaji presentasi untuk memastikan ketepatan waktu pemaparan setiap slide presentasi Anda.
3). Lengkapi Sajian Presentasi dengan Materi Tambahan
Anda dapat mencetak dan mendistribusikan lembar handout, membagikan CD materi presentasi, atau bahkan menyertakan materi pendukung bagi audience. Hal ini dapat meminimalkan pecahnya perhatian audience karena harus mencatat poin-poin dan paparan Anda, menghindari tidak tertangkapnya sebagian materi presentasi yang Anda sajikan, dan tentunya menjadi salah satu media penyebaran bagi visi dan misi penyajian presentasi Anda.

D. KESIMPULAN

Setiap instruktur jika mau melakukan presentasi suatu kajian maka akan melakukan serangkaian kegiatan, yaitu : analisis persiapan yang mencakup analisis audience, bahan kajian, waktu, media, termasuk pendekatan yang digunakan; pembuatan persiapan; dan latian. Kesuksesan presentasi seseorang sangat ditentukan diantaranya oleh faktor moderator, kesiapan, dan kepercayaan diri
Keprofesionalan seorang instruktur ditentukan diantaranya oleh penguasaan bahan kajian, wawasan, sikap terhadap audience, penggunaaan alat presentasi, dan cara menanggapi pertanyaan audience. Dalam hal ini seorang instruktur mutlak untuk menguasai peralatan presentasi dan pengauasaan bahan kajian yang dipresentasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arry Akhmad Arman. 2008, Berbagi Pengalaman ‘Teknik Presentasi’ Jakarta Maret 17, 2008

Carnegie, D. 1985. Quick and Easy Way to Effective Speaking. New York: Dale Carnegie & Associates.

Dunckel, J. & P. Elizabeth. 1995. Effective Speaking for Buisiness Success. North Van couver, Canada.

Green, G. 1998. The Magic of Public Speaking. Alih bahasa Agus Teguh H. Gramedia, Jakarta.

http://www2.telkom.net Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source Matters. All rights reserved Generated: 26 March, 2008, 09:23; 27 Maret 2008

Limited, KP. 2001, Making Effective Presentations. Manchester: Lonson NJ9NJ

Macnamara, J. R. 1996. The Modern Presenter's Handbook. Prentice Hall, Australia.
Maksum. 2007, Strategi dan Teknik Komunikasi Dalam Presentasi. Bogor : PUSTAKA


Rudolft, D.1993. Public Relations. Jakarta: Golden Trayon.